Lihat ke Halaman Asli

Ruminto

Back to Nature

Low Angle: Rutinitas Ibadah Puasa Ramadan

Diperbarui: 27 April 2023   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

KETIKA suatu kegiatan " terperangkap " dalam suatu rutinitas, tidak tertutup kemungkinan memang akan berakibat " minimnya " penghayatan alias menjadi dangkal.  Hal itu pun tidak terkecuali pula pada bidang ibadah, misalnya puasa Ramadhan. Setiap setahun sekali, bagi umat Islam akan menghadapi  rutinitas puasa Ramadhan. Dan kesempurnaan ibadah puasa Ramadhan dilengkpi dengan  " paket " zakat fitrah, shalat 'ied plus hala bi halal; berkunjung bersilaturahmi saling ma'af mema'afkan.

     Dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk memahami ibadah puasa beserta " paket " lebaran itu tadi dari sudut pandang sisi kemanusiawiannya. Atau kalau dalm Islam dari sisi " basiroh "-nya alias manusia biasa, yang tidak prnah lepas dari khilaf, salah dan dosa.  Atau kita ambil gambar dari sudut pandang camera secara " low angle ", bukan " hig angle ". Kita akan tampung  suara-suara kemanusiawian dari bawah " botom up ", bukan wejangan khutbah yang datang dari atas atau " top down ", namun jangan salah paham, itu bukan berarti kita mengabaikannya

Ulangan; hal yang wajar

MARI kita perhatikan bersama bahwa ulangan atau pengulangan adalah suatu hal yang wajar dalam kehidupan ini. Kita mulai dari waktu, pergantian siang dan malam yang berulang-ulang menimbulkan bilangan hari, minggu bulan dan tahun.  Bilangan tahun menjadi satuan hitungan usia kita, makanya ada kebiasaan merayan ulang tahun.

     Sekarang kita lihat aktifitas kita sendiri. Kita makan adalah pengulangan, sehari tiga kali. Kita bekerja juga akan terperangkap pada rutinitas, yang berarti pengulangan. Pegawai  negeri atau swasta, disibukan uleh rutinitas setiap harinya. Petani, nelayan, pedanga atau profesi kerja lainnya, juga akan terjebak pada ulangan.

     Demikian pula dalam hal ibadah. Bagi orang Islam, shalat wajib sehari semalam lima kali. Bagi orang Nasrani, seminggu sekali ke gereja. Bagi orang Yahudi, setiap hari Sabtu beribadah d sinagoge. Begitu juga dengan agama-agama yang lain, ada waisak, nyepi, , imleks dan sebagainya.  Semua itu adalah ulangan. Jadi ulangan atau rutinitas dalam kehidupan dan bahkan dalam agama adalah suatu hal yang wajar-wajar saja.

     Nah dalam ulangan -- ulangan tersebut, karena sudah menjadi kebiasaan, aktifitas terebut bisa menjadi terasa biasa -- biasa saja memang. Namun secara manusiawi juga, dalam setiap ulangan manusia pasti berusaha untuk tetap bisa menjadi baik, " enak " dan menyenangkan. Contoh sederhana

Kita setiap hari makan, supaya tidak bosan dan enak makannya, kita kreatif mengolah menu bukan ? Petani,  setiap musim menanam padi dan selalu berulang, agar panennya baik, mengolah tanahnya dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Pedagang , setiap hari juga berusaha agar dagangannya bisa laku. Pendek kata, walaupun semua ulangan, rutinitas tapi tetap tidak kehilangan semangat untuk menjadikan hasil yang terbaik.

     Dalam ibadah pun demikian. Bagi yang sudah memiliki kesadaran yang cukup ( tinggi ), tentu akan berusaha untuk meningkatkan kwalitas amalan agamanya, sekalipun ulangan, namun tidak sekedar formalitas dan rutinitas. Terlebih lagi dalam agama ada tuntutan dari atas " top down ", misalnya dalam shalat kita diingatkan, salah satu tanda orang yang bertakwa adalah khusu' shalatnya. Dalam puasa, kta diwanti -- wanti jangan sampai kita ternasuk orang ; banyak orang yang berpuasa, tetapi mereka hanya mendapatkan lapar dan dahaga.

     Nah sekarang kita sudah bisa memahaminya, bahwa ulangan atau rutinitas dalam agama adalah hal lumrah, namun hal itu juga tidak menghilangkan tuntutan dan tantangan untukmeningkatkan kwalitas peribadatannya.

Upaya Pendinginan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline