Lihat ke Halaman Asli

Rudy W

dibuang sayang

Sukacita di Muenchen, Duka dan Rusuh di Paris

Diperbarui: 25 Agustus 2020   09:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paris rusuh usai kekalahan PSG di final (tribunnews.com)


Gagalnya PSG merengkuh gelar juara Liga Champions musim ini sekaligus juga kegagalan mereka meraih quadruple, yaitu juara empat kompetisi secara bersamaan dalam satu musim.

Seperti diketahui, klub Paris tersebut, sebelumnya sudah menyabet tiga gelar, yaitu Ligue 1, Coupe de France, dan Piala Liga.

Angan-angan pun melambung lebih tinggi, mereka ingin merengkuh satu kehormatan lagi, yaitu menjadi "Raja Eropa" paling bergengsi yakni Liga Champions.

Kemungkinan itu selalu besar adanya, mengingat mereka mempunyai pemain-pemain berkualitas kelas dunia seperti Neymar, Kylian Mbappe, atau pun Angel Di Maria.

Namun, Paris harus menghadapi kenyataan, kalau lawan mereka di final bukanlah lawan yang sembarangan, bahkan bisa dibilang Bayern Munchen menorehkan prestasi yang mumpuni sepanjang perhelatan Si Kuping Lebar ini.

Termasuk yang teranyar, Bayern Munchen sudah enam kali mencium trofi yang paling diidam-idamkan semua klub di benua biru itu. Munchen juga mencatat hasil sempurna, mereka tak terkalahkan, bahkan selalu menang dalam 11 laga yang dimainkannya di Liga Champions musim ini.

Munchen bahkan mencetak 43 gol dan hanya kebobolan 8 gol. Di semua kompetisi, mereka tak terkalahkan dari 30 pertandingan. 29 menang dan satu kali seri.

Keperkasaan raksasa Bundesliga itu dibuktikan juga dalam laga final Liga Champions yang digelar di Estadio Da Luz, Lisabon, Portugal, Senin (24/8/2020).

Laga memang berlangsung ketat semenjak awal, banyak peluang yang terjadi dari kedua tim. Namun berkat gol tunggal lewat sundulan dari Kingsley Coman di menit ke 59 dan ditambah lagi dengan sigapnya kiper Manuel Neuer, membuat laga ini harus berakhir dengan kemenangan buat Munchen dengan skor 1-0.

Ini adalah kali ke enam mereka juara, setelah sebelumnya mereka rengkuh pada tahun-tahun 2013, 2001, 1976, 1975, dan 1974.

Di pihak lain, kegagalan PSG tak pelak membuat punggawanya, Neymar, menangis tersedu-sedu usai laga berakhir, sampai akhirnya pemain asal Brasil itu coba ditenangkan oleh David Alaba.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline