Lihat ke Halaman Asli

Rudi Sinaba

Advokat - Jurnalis

Dapur Umum Berbasis Desa : Solusi Efisiensi dan Efektifitas Program MBG

Diperbarui: 2 Maret 2025   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (Sindonews.com)

Pendahuluan

Indonesia terus berupaya meningkatkan ketahanan pangan dan status gizi masyarakatnya. Salah satu inisiatif terbaru adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diluncurkan dengan tujuan menyediakan makanan bergizi bagi kelompok rentan, termasuk anak-anak, ibu hamil, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Pada tahap awal, program ini menargetkan 3 juta penerima manfaat hingga Maret 2025, dengan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun dalam APBN 2025. 

Namun, implementasi program skala besar seperti ini tidak lepas dari tantangan, termasuk efisiensi anggaran, ketepatan sasaran, dan potensi penyalahgunaan dana. Salah satu pendekatan yang diusulkan untuk mengatasi tantangan tersebut adalah memusatkan dapur umum di tingkat desa dan kelurahan, dengan melibatkan PKK, Babinsa, Bhabinkamtibmas, serta perangkat desa. Pendekatan ini diharapkan tidak hanya memastikan bantuan tepat sasaran, tetapi juga menghemat biaya, memberdayakan warga lokal, serta meminimalisir potensi korupsi.

Artikel ini akan mengulas bagaimana konsep dapur umum berbasis desa dapat menjadi solusi efektif dalam implementasi Program MBG, serta bagaimana pendekatan ini dapat memberikan multiplier effect bagi ekonomi lokal.

1. Efisiensi Anggaran: Memanfaatkan Fasilitas yang Sudah Ada

Salah satu komponen biaya terbesar dalam program MBG adalah pengadaan dan operasional dapur umum. Sebagai ilustrasi, pembangunan dapur sehat di Kebumen menghabiskan anggaran lebih dari Rp1,5 miliar.  Dengan adanya 937 dapur umum yang disiapkan untuk tahap awal program MBG, total anggaran yang dibutuhkan untuk infrastruktur dapur umum dapat mencapai triliunan rupiah.

Jika dapur umum dipusatkan di desa dan kelurahan, maka kita bisa menghemat anggaran secara signifikan dengan cara:

  • Menggunakan Balai Desa, Kantor Kelurahan, atau Posyandu sebagai pusat dapur umum, tanpa perlu membangun tempat baru. Hal ini dapat menghemat biaya pembangunan infrastruktur yang signifikan.
  • Memanfaatkan dapur PKK yang sudah ada, sehingga pengadaan peralatan masak tambahan bisa diminimalkan. Dengan demikian, anggaran dapat dialokasikan lebih efektif untuk kebutuhan lainnya.
  • Konsolidasi penyimpanan bahan makanan di fasilitas desa seperti gudang BUMDes, tanpa perlu gudang baru. Ini akan mengurangi biaya operasional dan logistik.

Dengan cara ini, anggaran yang tadinya terserap untuk infrastruktur bisa dialokasikan langsung untuk penyediaan makanan dan gizi yang lebih baik bagi masyarakat.

2. Tepat Sasaran: Menjangkau Kelompok yang Benar-Benar Rentan

Salah satu kelemahan program bantuan pangan sebelumnya adalah ketidaktepatan sasaran, di mana makanan sering kali diberikan kepada pihak yang tidak benar-benar membutuhkan. Dengan adanya dapur umum berbasis desa, proses pendataan dan distribusi bisa dilakukan lebih akurat dengan melibatkan:

  • PKK dan Kader Posyandu Mereka sudah memiliki data ibu hamil, balita stunting, serta lansia yang membutuhkan bantuan gizi.
  • Babinsa dan Bhabinkamtibmas Bisa membantu dalam mengawasi pendistribusian agar tidak ada penyimpangan.
  • RT/RW dan Perangkat Desa Bertanggung jawab dalam mendata keluarga miskin dan kelompok rentan lainnya.

Dengan pendataan yang lebih rinci dan berbasis komunitas, bantuan makanan tidak akan salah sasaran dan bisa langsung dirasakan oleh mereka yang paling membutuhkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline