Lihat ke Halaman Asli

Rosyad Faruq

All social media : @rosyadakew

Bab 1 Ketua Umum, Membangun Ambisi

Diperbarui: 22 Desember 2018   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjadi Seorang Ketua = Siksa.

Ah nikmatnya menjadi seseorang yang nomor 1 dalam suatu organisasi atau perhimpunan atau apalah semacam itu. Kau dikenal banyak orang, menjadi orang yang diperhitungkan, menjadi orang yang memiliki sima bagi lawan bicaramu.

Ah nikmatnya menjadi seorang Ketua, beribu penghormatan yang selalu disanjungkan kepadamu. Didalam acara formal misalnya, seorang MC mengucapkan 'Yang Terhormat, Ketua Umum bla bla bla'. Nikmatnya dipanggil oleh orang lain, gimana kabarnya tum?, Siap Ketua!, seolah semua orang begitu menghormatimu.

Nikmatnya menjadi seorang Ketua. Betapa banyak orang yang bertumpu padamu, menunggu keputusanmu, menunggu kebijakanmu yang akan dijalankan oleh semua rekanmu. Seolah telunjukmu itu dijadikan sebagai tongkat komando layaknya instrumen yang selalu dimiliki oleh para jendral yang memimpin suatu pasukan atau batalyon di organisasi militer ataupun kepolisian.

Nikmatnya menjadi seorang ketua, tanda tanganmu selalu ditunggu bagi orang yang membutuhkannya sebagai simbol perizinan ataupun persetujuan terhadap sesuatu yang akan dijalankan oleh satuan kerja yang kamu kuasai. Semua itu dirasa cukup bagaimana saya sedikit memaparkan keindahan seorang peran Ketua Umum.

Saya katakan kepda orang-orang yang berambisi untuk merebut kekuasaan. bahwa kalian salah tempat untuk hanya sekedar meninggikan status soialmu itu, walau pada bab tertentu memang dibenarkan bahwa kekuasaan itu harus direbut oleh tanganmu sendiri, bukan oleh tangan orang lain selama kamu memiliki mental baja dan keyakinan tinggi, bukan oleh tangan orang lain. 

Kau harus bertempur ke gelanggang itu yang dinamakan Musyawarah lalu lolos sebagai formatur dan ambilah dukungan sebanyak-banyaknya agar dirimu disetujui oleh banyak pihak untuk melanggengkan ambisimu itu. 

Saya katakan bahwa tidak cukup hanya memiliki ambisi tersebut. Dibutuhkan sebuah kedewasaan sebuah sikap dan wawasan yang jauh kedepan dalam membangun peradaban.

Bagaimana mungkin seorang ketua hanya sekedar simbol bagi organisasi yang ia pimpin. Sungguh hina posisi tersebut bilamana hanya sebagai simbol atau ikon tanpa ada sesuatu hal pun yang harus diteladani dari seorang ketua dibalik segala kekurangannya.

Jangan sampai menjadi seorang ketua yang selalu menebar rasa pesimis antar kader sehingga keegoisan dirimu membuat buta akan hakikat sebuah organisasi.

Sayangnya, untuk menjadi seorang ketua umum tidak cukup hanya memiliki ambisi semata. Dibutuhkan sebuah keberanian dan kecakapan dalam segala hal. Rumit memang, karena disisi lain seorang ketua umum dituntut untuk menjadi seorang yang perfeksionis dan seolah-olah segala perilakunya harus menyerupai perilakunya para dewa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline