Lihat ke Halaman Asli

Ronald SumualPasir

Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Ketika Menkeu Purbaya di Geruduk Para Kepala Daerah

Diperbarui: 9 Oktober 2025   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

*} Tulisan ini mengevaluasi Aksi Para Gubernur Kepala Daerah yang Menggeruduk Menteri Keuangan Purbaya dan Logika Anggaran yang Hilang

-------

Hari itu, Jakarta tampak seperti panggung sandiwara fiskal. Belasan gubernur berdasi rapi melangkah menuju Kementerian Keuangan, membawa wajah tegang dan tumpukan dokumen. Mereka bukan datang untuk berunding, melainkan menuntut: mengapa dana transfer ke daerah (TKD) dipotong? Mengapa janji pembangunan yang sudah disusun dalam APBD tiba-tiba tergantung di udara?

Di ujung meja rapat, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa duduk tenang. Gaya bicaranya datar, wajahnya dingin seperti neraca. Namun kata-katanya menembus seperti logam tajam:

"APBN bukan sumur tanpa dasar. Kalau penerimaan menurun, belanja pun harus ikut menyesuaikan."

Ucapan itu seperti palu yang mengetuk meja, sekaligus menampar kesadaran bahwa sebagian kepala daerah memang lupa pada logika dasar keuangan publik: uang negara bukanlah pohon uang yang tumbuh setiap musim.

I. Ketika Fiskal Daerah Menjadi Ladang Keluhan

Sebagian gubernur berteriak bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang mereka terima menyusut tajam. Ada yang mengaku pemotongan mencapai 30%, bahkan 60% di beberapa kabupaten. Angka-angka itu cepat menyebar di media sosial, memantik simpati publik.

Namun sedikit yang mau membaca sebabnya. Padahal sejak diberlakukannya UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), mekanisme penghitungan TKD telah berubah total.
Kini, pusat menyalurkan TKD bukan sekadar "transfer politis", tetapi berdasarkan formula kinerja dan kemampuan fiskal riil daerah.

Artinya, jika realisasi pajak daerah rendah, serapan anggaran buruk, atau laporan keuangan bermasalah, maka alokasi tahun berikutnya otomatis menyusut.
Sederhana.
Dan di sinilah sebagian gubernur tampaknya lupa, bahwa anggaran adalah hasil kerja, bukan hasil rengek.

II. Memahami Anatomi Dana Transfer ke Daerah (TKD)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline