Lihat ke Halaman Asli

Ronald SumualPasir

Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

AI dan Misteri Kematian: Mengapa Teknologi Canggih Tak Mampu Meramal Ajal?

Diperbarui: 4 Agustus 2025   19:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

New World. Sumber ilustrasi: FREEPIK

AI dan Misteri Kematian: Mengapa Teknologi Canggih Tak Mampu Meramal Ajal?

"Manusia bisa memetakan bintang di langit, tapi tak bisa memetakan hari kematiannya sendiri."

Sudah tak terhitung seberapa jauh kemajuan teknologi medis hari ini. Di ruang ICU, dokter dengan bantuan alat tercanggih mampu membaca detak jantung, saturasi oksigen, hingga gelombang otak pasien secara real time. Bahkan, kecerdasan buatan (AI) kini bisa menganalisis ratusan parameter darah dan biomarker dalam hitungan detik. Maka, wajar muncul pertanyaan: Mengapa, dengan semua kecanggihan itu, manusia masih belum bisa mengetahui kapan ia akan mati?

Bukankah dari hasil laboratorium, data jantung, ginjal, dan organ vital lain, kita bisa memprediksi waktu kematian secara relatif tepat? Apalagi jika dibantu AI yang mengakses miliaran data medis global. Tapi realitasnya, prediksi itu tak pernah akurat. Bahkan seringkali meleset jauh.

Kematian: Antara Data dan Takdir

Ilmu pengetahuan hari ini telah melangkah luar biasa jauh. AI dapat memprediksi harapan hidup pasien kanker berdasarkan profil DNA-nya. Dokter spesialis bisa menilai "tingkat bahaya" dari penyakit kronis berdasarkan analisis ratusan ribu pasien sebelumnya.

Tapi semua itu berbasis pada satu kata kunci: probabilitas, bukan kepastian.

Contoh:
*AI bisa mengatakan: "Pasien ini kemungkinan meninggal dalam waktu 3--6 bulan."
*Tapi ada pasien yang bertahan 5 tahun. Atau justru meninggal minggu berikutnya karena komplikasi tak terduga.

Tubuh manusia adalah sistem biologis yang luar biasa kompleks dan dinamis. Ia bukan robot. Setiap hari, sel-sel diperbarui, jaringan beregenerasi, hormon berubah, dan sistem imun bertarung diam-diam melawan ancaman tak kasat mata.

Sebagaimana dikatakan oleh Dr. Eric Topol, pakar AI dalam kedokteran:

"The human body is too complex for deterministic prediction. We can estimate risks, but not certainty."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline