Lihat ke Halaman Asli

Budaya "Spill The Tea" dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Perundungan Online

Diperbarui: 9 April 2021   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semakin berkembangnya teknologi media dan internet saat ini, membuat informasi menjadi lebih mudah tersebar. Proses pemberian dan penerimaan informasi menjadi lebih mudah dilakukan karena adanya fungsi interaktivitas dalam internet sebagai media baru. Hal ini membuat masyarakat dapat melakukan kegiatan tersebut tanpa adanya batasan ruang dan waktu melalui media, khususnya media sosial seperti twitter. Menurut laporan terbaru We Are Social, perusahaan asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite, jumlah pengguna twitter di Indonesia per Januari 2021 sebanyak 63,3% atau sekitar 14,05 juta dari 170 juta pengguna aktif media sosial di Indonesia. Twitter sendiri merupakan sebuah layanan jejaring sosial yang menyediakan layanan kepada penggunanya untuk berbagi informasi dan menerima pesan singkat yang disebut dengan "tweets" kepada orang lain melalui sebuah sistem (Boyd, Golder & Lotan, 2010).

Kemudahan dalam menggunakan media sosial seperti twitter, membuat para penggunanya merasa nyaman dalam menjadikan twitter sebagai sarana berekspresi, seperti membagikan kegiatan sehari-hari, menyampaikan aspirasi bahkan muncul kebiasaaan mengungkapkan dan membocorkan fakta bersifat sensitif yang dilakukan oleh seseorang atau dikenal sebagai "spill the tea".

Kata spill the tea itu sendiri merujuk pada huruf T pada kata tea diartikan sebagai 'truth' yang berarti meminta atau memberikan kebenaran fakta tentang topik yang sedang hangat dibicarakan dari permasalahan yang terjadi. Budaya mengungkap kebenaran atau spill the tea di twitter awalnya digunakan untuk menyuarakan sikap atau perlawanan terhadap sesuatu yang merugikan yang dilakukan oleh seseorang sehingga diharapkan bisa membuat jera orang atau pelaku tersebut dalam bentuk utas atau thread. Namun, tak jarang utas ini malah membuat seseorang menjadikannya sebagai tempat menyampaikan pendapat yang negatif berupa sindiran, kebencian, bahkan menyebarkan denigration atau fitnah.

Meskipun adanya kebebasan dalam berekspresi di media sosial, namun tidak berarti semua informasi atau hal-hal yang akan kita update layak untuk dijadikan sebagai bahan informasi bagi umum. Jangan sampai kebebasan berekspresi ini hanya menjadi ajang panjat sosial demi mendapat atensi dari pengguna twitter lain. Jika tidak berhati-hati, kebiasaan spilling informasi bahkan identitas seseorang dalam budaya spill the tea bisa menjadi bumerang bagi pembuat utas dan mengundang komentar dari pihak yang sering kali mengejek menggunakan kata-kata kasar dan melakukan cyberbullying.

Niat hati ingin mendapat atensi dan dukungan serta respon dari pengguna twitter lain tetapi malah jadi mendapat perundungan online dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial.

Pengguna twitter juga harus berhati-hati dalam menyaring informasi yang didapat. Budaya spill the tea ini juga dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk membuat utas bernuansa spill the tea menggunakan akun anonim atau membuat akun  palsu  untuk  tujuan-tujuan tertentu yang berhubungan dengan perundungan siber.

Banyaknya motif yang bisa menjadi alasan pelaku perundungan siber demi memenuhi motif yang ada pada pelaku dan menampilkan berbagai hal keburukan mengenai orang yang menjadi target dapat membuat korban spilling bisa mendapat perundungan dari pengguna twitter lain yang tidak berhati-hati dalam menerima informasi tersebut. Maka dari itu masyarakat pengguna media sosial perlu menyaring informasi-informasi yang masuk, karena belum tentu isi dari sebuah  informasi tersebut benar dan berguna.

Referensi :

Gustiningsih, Sri. (2013). Hubungan Kematangan Emosi Dengan Kecenderungan Perilaku Cyberbullying Pada Pengguna Twitter di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Haryanto, Agus Tri. (23 Februari 2021). Pengguna Aktif Medsos RI 170 Juta, Bisa Main 3 Jam Sehari. Post: https://inet.detik.com/cyberlife/d-5407834/pengguna-aktif-medsos-ri-170-juta-bisa-main-3-jam-sehari

Natalia, El Chris. (2016). Remaja, Media Sosial Dan Cyberbullying. Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline