Lihat ke Halaman Asli

MuhammadRohman Irfanuddin

Mahasiswa D3 Komputer dan Sistem Informasi - Universitas Gadjah Mada

Fiksiana | Kepada yang Mungkin Ada

Diperbarui: 29 Desember 2019   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku mengering terpapar oleh ketiadaan. Degupku yang paling gesah bukan makna puisi yang percuma. Diamku yang paling dalam bentuk kewarasan kepada sesuatu yang belum tentu ada. Dongeng tentang pengembaraan menjadi narasi pengantar lelap untuk melayangkan mimpi yang mungkin nyata.
Entah di waktu yang mana akan tiba benar rasa berpikir. Terus saja berjalan di sorai kesunyian, menyelusuri jalan dalam diam. Entah di kekekalan yang mana akan terucap kata berhati.

Malam memang rimba keraguan, di dalamnya masih sanggup aku berlari mendaki bukit-bukit jemu. Kepadanya kupahat pada pohon, kata-kata yang bersembunyi mengelak cahaya. Agar suatu ketika aku menjadi anekdot ketiadaan yang lain.

Seorang sahabat menyadarkanku betapa pahit kopi yang kuteguk---indraku terlalu lelah untuk merasai rasa, terlalu sungkan meyakinkan sesuatu yang belum ditemui berarti tiada. Inilah surat pertama yang aku tulis di perut waktu: satu-satunya yang kuyakini pasti ada. Bersamaan kurenungi indah yang kuselami dari sepasang hitam bola mata yang terbias di hitam kopi di punggung waktu.

Jogja, Oktober 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline