Lihat ke Halaman Asli

Rinsan Tobing

TERVERIFIKASI

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Menyoal Pemenuhan Kompensasi Korban Terorisme

Diperbarui: 17 Maret 2017   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: megapolitan.kompas.com

Di harian Kompas edisi 17 Maret 2017 terdapat artikel berjudul Penguatan Hak Korban Terorisme,yang ditulis olehHasibullah Satrawi, Direktur Aliansi Indonesia Damai (Aida). Artikel ini terkait dengan proses revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang sedang memasuki fase pembahasan draf di tingkat panitia kerja setelah mendapat masukan dari pihak-pihak terkait melalui DPR.

Hal yang disoroti terkait hak-hak korban terorisme yakni hak kompensasi. Di Undang-Undang No 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, pemenuhan hak dan kompensasi ini dimasukkan, tetapi aturannya tetap harus di Undang-Undang terkait, yakni Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dalam argumentasinya, Hasibulah menyampaikan bahwa terorisme terjadi akibat kegagalan negara dalam melaksanakan sistem pembangungan dan kebijakan-kebijakannya. Selanjutnya, kegagalan ini menimbulkan kemarahan di kalangan tertentu, yang diformulasikan dalam tindakan terorisme.

Akibat tindakan terorisme ini, ada korban yang mengalami kerusakan dan kerugian. Kerusakan dan kerugian yang tidak diinginkan. Dalam kalimatnya dinyatakan para korban terorisme telah menanggung akibat kegagalan negara, termasuk dalam menjamin kedamaian dan keamanan bagi segenap warganya. Lalu, argumentasi yang selanjutnya didorong adalah negara harus menanggung kerusakan dan kerugian yang dialami oleh korban terorisme. Dalam konteks ini, sejatinya negara harus memenuhi seluruh hak dan kebutuhan para korban tindak pidana terorisme.

Mengapa Hanya Korban Terorisme?

Jika cakupan akibat dari kegagalan negara ini diperluas, maka sudah seharusnya yang harus dipenuhi oleh negara tidak hanya korban terorisme. Banyak kejadian yang menimbulkan korban baik langsung dan tidak langsung yang harus ditanggung oleh negara, segala kerusakan, kerugian dan pemenuhan kebutuhan dari korban terdampak. Jika menggunakan logika yang disebutkan di atas.

Jika dirunut, daftarnya akan sangat panjang. Kita bisa melihat di jalan raya. Kejadian metromini yang ditabrak oleh kereta api yang mengakibatkan kematian tidak kurang dari 18 orang pada waktu lampau dapat diambil sebagai misal. Jika kita telusuri ini bisa dikaitkan dengan kegagalan pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya.

Ditemukan dari pemeriksaan polisi, bahwa mobil yang digunakan tidak memenuhi ijin dan pengemudinya juga tidak memiliki ijin untuk mengendarai. Kualitas mobil juga sudah sangat buruk. Proses Kir ditenggarai tidak dilakukan dengan benar. Karena persaingan yang tinggi, terpaksa sopir harus melanggar peraturan. Sopir bisa melanggar peraturan karena pemerintah juga tidak hadir dalam menegakkan peraturan tersebut.

Jika kita simak korban-korban yang berjatuhan di tujuh provinsi tahun 2015 akibat kebakaran hutan, maka bisa dilihat juga sebagai korban kebijakan pemerintah yang gagal. Pemerintah tidak dengan tegas memberikan sanski bagi pihak-pihak yang melakukan pembakaran illegal. Korban-korban longsor di Banjarnegara dapat menuntut pemerintah, karena pemerintah tidak menegakkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah. Akibatnya, masyarakat bermukim di wilayah yang rawan terhadap bencana longsor. Korban meninggal sangat banyak mencapai 90 orang.

Jika menggunakan logika yang diusung Hasibullah, maka semua kebutuhan korban kebakaran hutan dan tanah longsor yang terjadi itu harus ditanggung pemerintah. Para korban mengalami kerusakan dan kerugian karena kebijakan pemerintah yang tidak benar. Kebakaran yang telah terjadi selama 20 tahun berturut-turut pastinya mengakibatkan kerusakan yang sangat serius. Masa depan terancam.

Menurut Universitas Riau, penyusutan paru-paru bisa terjadi akibat paparan asap dalam jangka waktu yang sangat lama. Apalagi generasi yang sudah berusia 20 tahun pada 2015, dimana setiap tahun sejak lahir paru-parunya diisi oleh asap. Kerusakan dan kerugian lainnya masih dapat dijabarkan dan dicarikan. Kerusakan dan kerugian yang diakibatkan kesalahan pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline