Lihat ke Halaman Asli

Rina R. Ridwan

Ibu yang suka menulis

Ada Murid yang Selalu Mengawasimu

Diperbarui: 25 November 2018   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai orangtua, hampir setiap hari saya mendengar laporan anak bagaimana mereka menikmati hari di sekolah bersama teman dan guru-gurunya. Beruntungnya, anak saya bersekolah di tempat yang cukup baik, di mana Dr. Gamal Albinsaid adalah salah satu alumnusnya.

Di sekolah ini, guru memperlakukan murid sebagai sahabat. Sistem pembelajarannya adalah kelas berjalan, agar tak bosan di kelas. Semua guru aktif, begitupun sang kepala sekolah. Semua guru dilibatkan dalam beragam program. Dan hampir semua guru mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan aktif.

Sekolah yang rutin menerima kunjungan murid dari beragam sekolah negara lain, juga tak henti mengirim muridnya untuk program pertukaran pelajar dan lomba yang tarafnya sudah bukan nasional lagi. Menjadi guru di sekolah ini jadi kebanggaan. Yang menjadi guru sekarangpun banyak yang memang alumni sekolah ini juga.

Ketika banyak berita heboh tentang hubungan tak harmonis antara guru dan murid, mereka mengambil pelajaran baik-baik. Walau punya banyak prestasi, sekolah ini tak pernah membusungkan dada. Mereka punya banyak telinga untuk mendengar yang tak tersampaikan, juga mata untuk melihat hal-hal yang terjadi di sekitaran.

Sekolah ini menampung anak yang tak mampu, menampung juga murid korban bencana alam dan lain sebagainya. Semua murid harus aktif dan berani bersuara. Sekolah punya hubungan yang sangat baik dengan para alumninya hingga bila ada kesulitan, alumni tak segan membantu. Guru-gurunyapun terbuka, bukan hanya pada murid juga pada para orangtua dan walinya.

Yang suka jadi cerita adalah guru PPL. Beberapa dari mereka harus menangis menghadapi kritisnya para murid. Guru salah sedikit saja, murid sudah bersuara. Sebagai contoh, guru yang mengajar bahasa Inggris, habis dikritik para murid yang rata-rata lulusan kursus bahasa Inggris yang sudah terkenal. Salah grammar, salah pengucapan, maka dia akan ditinggalkan begitu saja. Singkatnya, jika ilmu guru kurang memadai, jangan salahkan jika muridpun tak lagi mau menerima pelajaran darinya. Itulah yang membuatnya menangis.

Ada juga guru yang narsistik luar biasa, muridpun tak mau masuk ke kelasnya karena bosan mendengar cerita tentang dirinya sendiri, yang sudah pernah begini dan begitu, dan lain sebagainya. Kata murid-murid, kapan pelajarannya jika sibuk bercerita terus tentang dirinya. Ketika sang guru diberitahu kenapa murid semua tak mau masuk kelasnya, dia akhirnya 'malu'dan minta maaf.

Dari kejadian demi kejadian, kesimpulannya sebenarnya satu. Bahwa segala yang dilakukan guru selalu jadi perhatian murid-muridnya. Sekecil apapun. Mereka tetap menganggap bahwa guru harus memberi keteladanan, bukan sibuk narsis dan lainnya. Guru juga dituntut punya ilmu lebih dari muridnya.

Bagaimanapun sekarang ilmu sangat banyak dan mudah di akses. Tak perlu harus ke perpustakaan, sudah ada internet yang bisa memberi jawaban beragam tanya. Jika murid jauh lebih aktif mencari ilmu yang tak melulu di sekolah, sementara guru tak mengimbanginya, maka yang terjadi adalah disharmonisasi.

Banyak guru yang juga tak sadar, bahwa akun media sosial mereka 'diawasi' murid-muridnya. Itulah kenapa kepala sekolah di sekolah menghimbau para guru untuk bijak menggunakan media sosialnya, agar tak jadi senjata makan tuan bagi dirinya. Kepala sekolah sangat sadar bahwa murid sekarang memang sangat kritis dalam banyak hal.

Guru yang malas belajar, malas membaca, akan menghadapi akibatnya sendiri. Bukankah orang yang malas belajar, sama artinya tidak menghargai dirinya sendiri? Jika sudah tak menghargai dirinya sendiri, bagaimana mau dihargai orang lain?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline