Lihat ke Halaman Asli

Rinandita Wikansari

Associate Professor in Applied Psychology | Industrial Psychologist | Coaching MSMEs for Global Market | Developing Future-Ready Workforce

Bisnis Rumahan Impianku: Antara Makna, Modal, dan Misi

Diperbarui: 28 Juli 2025   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bisnis rumahan (Sumber: unsplash.com/id/@kellysikkema)

Dunia kerja hari ini bukan lagi milik korporasi raksasa saja. Di sudut-sudut kampung, di ruang tamu yang disulap jadi workshop, atau di dapur sederhana tempat aroma kue menyebar, bisnis-bisnis rumahan tumbuh dengan mimpi besar. Saya sering bertanya dalam hati: jika saya memulai bisnis rumahan, akankah saya mengejar uang, atau mengejar makna?

Pertanyaan itu terus bergema, terlebih ketika melihat betapa banyak perempuan, ibu rumah tangga, pensiunan, hingga mahasiswa, mulai berani memulai usaha dari rumah. Ada yang membuat frozen food, merintis jasa menjahit, membuka kursus daring, hingga menjual produk kerajinan tangan berbasis kearifan lokal. Bisnis rumahan telah menjadi simbol perlawanan terhadap keterbatasan ruang dan peluang.

Namun, memulai bisnis rumahan bukan sekadar mencari cuan dari rumah. Ada pertanyaan filosofis yang lebih dalam: bisnis macam apa yang ingin saya bangun agar ia tidak hanya hidup, tapi juga menghidupkan?

Lebih dari Sekadar Dagang

Bagi saya, bisnis rumahan impian bukan sekadar aktivitas ekonomi. Ia adalah ekspresi nilai-nilai pribadi yang dijahit menjadi produk atau jasa. Sebuah bisnis rumahan ideal harus:

  1. Relevan dengan kebutuhan lokal. Produk atau jasa yang ditawarkan tidak harus canggih, tapi harus bermanfaat. Misalnya, katering sehat untuk balita di lingkungan perumahan padat, atau jasa servis elektronik panggilan untuk keluarga muda.

  2. Mampu memberdayakan lingkungan sekitar. Saya bermimpi bisnis saya nanti melibatkan tetangga yang menganggur, ibu-ibu yang terampil tapi tidak punya akses pasar, atau anak muda yang ingin belajar wirausaha.

  3. Adaptif terhadap teknologi. Meski rumahan, bisnis impian saya harus melek digital. Mulai dari pemasaran, pencatatan keuangan, hingga pelayanan pelanggan. Dunia digital membuka pintu yang lebih lebar untuk usaha kecil yang cerdas.

  4. Berakar pada identitas diri. Produk yang saya jual harus mewakili siapa saya. Jika saya mencintai budaya lokal, mungkin saya akan mengangkat motif batik dalam produk home decor. Jika saya peduli lingkungan, maka kemasan ramah lingkungan akan jadi bagian dari narasi bisnis.

Antara Modal dan Mental

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline