Konflik antara pemerintah dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua masih terus berlangsung hingga saat ini. Serangan terakhir, terjadi pada tanggal 16-17 Juni 2025 yang menargetkan warga sipil dan personil keamanan. Peristiwa ini terjadi di Yahukimo, tepatnya pada Distrik Dekai. Peristiwa yang terjadi pada subuh hari ini menimbulkan korban jiwa. Serangan lainnya terjadi pada bulan yang sama, tepatnya pada tanggal 4 Juni 2025. Pada hari itu, terdapat serangan di Desa Kuantapo yang menyebabkan dua orang pekerja konstruksi meninggal dunia.
Adanya serangan demi serangan yang terjadi menunjukkan bahwa KKB masih eksis dan keinginan untuk memerdekakan diri masih tercetus. Bila ditilik lebih mendalam munculnya KKB di Papua tidak dapat dilepaskan dari adanya ketimpangan ekonomi dan marginalisasi. Hal ini tampak saat Papua yang merupakan wilayah paling kaya secara sumber daya alam, justru menurut Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah di Indonesia. Secara umum, pada sektor infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik pun tertinggal jauh.
Di saat yang bersamaan, KKB muncul karena adanya ketidakpuasan rakyat Papua atas integrasi wilayah mereka ke dalam Republik Indonesia yang dianggap berlangsung secara tidak adil dan tanpa persetujuan rakyat secara menyeluruh. Masyarakat Papua merasa dikhianati dan dijajah ulang dengan keputusan tersebut. Oleh karenanya, KKB atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) hadir untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat sebagai bentuk ekspresi politik atas kekecewaan mendalam terhadap pemerintah pusat. Hal ini pun dilakukan sebagai bentuk untuk menentukan nasib sendiri atau self-determination bagi rakyat Papua.
KKB yang hadir dengan dasar keinginan menentukan nasib sendiri rupanya memberikan dampak negatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dampak yang timbul dari kehadiran KKB adalah adanya gangguan keamanan dan stabilitas daerah. Utamanya bagi masyarakat yang berasal dari luar Papua yang dianggap sebagai masyarakat luar dan sebagai penyebab dari munculnya kesenjangan sosial.
Di sisi lain, hadirnya KKB di Papua memunculkan polarisasi sosial dan politik. Polarisasi yang dimaksud ialah terbaginya masyarakat Papua untuk yang pro-kemerdekaan dan pro-Indonesia, maupun dengan yang netral namun terdampak oleh konflik. Di sisi lain, bagi masyarakat di luar Papua pun turut bermunculan pandangan mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan Papua. Karenanya, bila pandangan ini terus hadir dan diiringi dengan adanya serangan-serangan yang terus dilakukan oleh KKB, bukan tidak mungkin akan mengganggu wawasan kebangsaan dan kehidupan berbangsa serta bernegara di Indonesia.
Sebut saja salah satu dampak terbesarnya ialah munculnya ketimpangan realisasi nilai Pancasila dan Undang-Undang 1945 yang mempertanyakan apakah Indonesia benar-benar inklusif dan adil bagi semua suku dan wilayah, khususnya Papua. Bila hal ini terus dibiarkan terjadi, bukan tidak mungkin akan memunculkan gerakan-gerakan serupa dari daerah lain yang bermaksud melepaskan diri dari Kesatuan Republik Indonesia. Artinya, cita-cita sebagai negara yang utuh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak lagi dapat terpenuhi.
Berkaca dengan hal ini, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis guna menjaga keutuhan Republik Indonesia. Salah satunya dengan melakukan dialog terbuka dengan pihak KKB, pemerintah pusat, aktivis, dan eks-KKB guna memahami maksud dan tujuan dari masing-masing pihak sehingga tercapai kata damai. Hal lain yang dilakukan ialah pembangunan ekonomi yang berbasis keadilan dan kearifan lokal, seperti memberikan pelayanan pendidikan maupun kesehatan yang berkualitas dan berbasis masyarakat. Serta melibatkan masyarakat Papua dalam setiap program yang dicanangkan, sehingga tidak lagi menimbulkan kesenjangan sosial bagi masyarakat asli maupun bukan masyarakat asli.
Tetapi, hal ini juga harus didukung dengan pendekatan keamanan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah kepada KKB. Dalam hal ini dengan pendekatan community policing yang berbasis pendekatan kultural, seperti pemberian pelatihan kepada aparat untuk dapat menggunakan bahasa lokal dan kearifan adat agar dapat diterima oleh masyarakat. Hal-hal ini yang dapat dilakukan agar meminimalkan serangan yang dilakukan oleh KKB, bahkan harapannya dapat mencapai kata damai dengan KKB. Serta, keutuhan dari Indonesia dapat terjaga sesuai mandat para pendahulu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI