Surah An-nisaa’ ayat 6, memiliki kandungan tentang pengasuhan anak yatim dan penyerahan harta anak yatim. Di penggalan pertama dijelaskan. bahwasanya, sebelum wali menyerahkan harta anak yatim, maka wali yang diwasiatkan harus memperhatikan dan mendidik akhlak anak yatim tersebut, dan mendengar keinginan-keinginannya, mengajarkannya ilmu pengetahuan dan kemurahan hati, mengajarkannya kemampuan dan skill yang bermanfaat dan mengatur keuangan sehingga ia tidak menyia-nyiakan hartanya, Ketika anak yatim sudah matang dengan itu semua maka wali yang diwasiatkan wajib menyerahkan semua harta-hartanya atau hak-hak nya Kembali ke anak yatim tersebut.
Di ayat ini juga mengandung keharaman memakan hak atau harta anak yatim. Allah SWT melarang pengurus anak yatim memakan hartanya, hal tersebut tidak diharuskan dan juga tidak diperbolehkan. Sehingga setelah datang waktunya dia berhak menerima hartanya kembali, Dan jika didapatinya hartanya itu telah musnah secara tidak patut. Bertasharruf terhadap harta anak yatim dengan cara seperti ini, termasuklah ke dalam golongan orang yang menyalakan api dalam perut. Harta anak yatim yang dimakan dengan cara tidak halal itu, besar sekali kemungkinan akan membakar habis harta si wali. Sebab, selama dia berlaku tidak jujur, harta benda kepunyaannya sendiri pun akan hilang berkahnya. Sebagian ulama berbeda pendapat diantaranya Pendapat pertama: Tidak, karena ia memakan upah kerja dan saat itu ia faqir. Inilah pendapat yang benar di kalangan pengikut asy-Syafi'i. Karena ayat tersebut membolehkan memakan (harta anak yatim) tanpa mengganti. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata: "Seorang laki-laki datang kepada Nabi, lalu ia berkata 'Saya memelihara anak yatim yang memiliki harta, sedangkan saya tidak me miliki harta. Bolehkah saya memakan hartanya? Beliau bersabda: 'Makanlah secukupnya, tidak berlebihan." (HR. Abu Dawud, an-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Pengurusan anak yatim harus seimbang tidak boleh terlalu boros dan juga tidak terlalu pelit, para wali harus memperhatikan betul perawatan nya sebagaimana perawatan anak sendiri. Di penggalan selanjutnya dijelaskan bahwasanya tidak diperbolehkan untuk tergesa gesa menghabiskan harta anak, dalam artian menghabiskan untuk perawatan nya. Di beberapa pendapat ulama, mengelola harta anak yatim diperbolehkan, dengan catatan harta tersebut untuk kepentingan anak yatim
Penulis: Moh. Alfaruq
Dosen pengampu: Dr. H. Hamidullah Mahmud, L.c, M.A
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI