Lihat ke Halaman Asli

Bahagiakan Diri Mental Sehat Mengikuti

Diperbarui: 8 Desember 2021   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.pexels.com

Kehidupan ini tidak terlepas dari rasa sedih dan bahagia dalam melaluinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Segala kesedihan dan kecewa akan terlalui  apabila kita mampu mengelolanya dengan baik dengan mengubah rasa sedih tersebut menjadi kebahagiaan. Pengertian kebahagiaan menurut Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan berasal dari kata "happy" atau bahagia yang berarti feeling good, having fun, having a good time atau sesuatu yang membuat pengalaman yang menyenangkan. 

Sedangkan orang yang bahagia menurut Aristoteles (dalam Rusydi, 2007) adalah orang yang mempunyai good birth, good health, good look, goodluck, good reputation, good friends, good money and goodness. Sumner (dalam Veenhoven, 2006) menggambarkan kebahagiaan sebagai "memiliki sejenis sikap positif terhadap kehidupan, di mana sepenuhnya merupakan bentuk dari kepemilikan komponen kognitif dan afektif. Aspek kognitif dari kebahagiaan terdiri dari suatu evaluasi positif terhadap kehidupan yang diukur baik melalui standar atau harapan. Sedangkan segi afektif kebahagiaan terdiri dari apa yang kita sebut secara umum sebagai suatu rasa kesejahteraan (sense of well being), menemukan kekayaan hidup, menguntungkan, perasaan puas atau dipenuhi oleh hal-hal tersebut."

Melalui pengertian kebahagian oleh beberapa ahli tersebut, rasa bahagia pun tidak terlepas dari aspek kesehatan seseorang. Makna kesehatan sudah berkembang seiring berjalannya waktu. Definisi awal kesehatan melalui perspektif model biomedis difokuskan pada kemampuan tubuh untuk berfungsi. Kesehatan juga dipandang sebagai kondisi tubuh dengan fungsi normal yang dapat terganggu oleh penyakit dari waktu ke waktu. 

Pada tahun 1948, World Heatlh Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai kesejahteraan fisik, mental dan sosial bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan. Sedangkan pengertian "mental" secara definitif belum ada kepastian makna yang jelas dari para ahli kejiwaan. Namun secara etimologi kata "mental" berasal dari bahasa Yunani, yang mempunyai pengertian sama dengan pengertian psyche yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan.

World Health Organization (WHO, 2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan serta berperan di komunitasnya. Secara khusus, menurut Karl Menninger, individu yang sehat mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain, serta memiliki sikap hidup yang bahagia.

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena tanpa kesehatan, manusia tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Begitu pentingnya arti kesehatan sehingga terdapat orang memilih lebih baik mati daripada hidup tidak sehat dan tidak dapat melakukan apa-apa (Refdinal, 2006:2). Salah satu cara untuk menjaga kesehatan bagi tubuh adalah membangun mental yang baik dan sehat karena masalah kesehatan jiwa sudah menjadi masalah kesehatan yang belum diselesaikan di tengah masyarakat, baik di tingkat global maupun nasional. 

Masa pandemi COVID-19 ini membuat permasalahan tentang kesehatan jiwa akan semakin sulit untuk diselesaikan. Saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, yaitu sekitar 20% populasi di Indonesia yang berpotensi memiliki masalah gangguan jiwa. Berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016, diperoleh data bunuh diri per tahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta 47,7% korban bunuh diri rata-rata pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif. Melalui data tersebut dapat kita ketahui bahwa masalah yang mereka hadapi dikarenakan kondisi mental yang kurang sehat. Untuk menghindari hal tersebut, sebisa mungkin pada tiap pribadi seseorang selalu menanamkan atau membangun rasa bahagia pada diri masing-masing yang masih pada batas wajarnya.

Rasa bahagia sangat mempengaruhi pola pikir manusia dan tentunya juga berdampak pada segala aktivitas yang dijalaninya. Apabila seseorang sedang merasa sedih maka dalam kegiatan yang dilakukan pun akan terasa jenuh dan lebih terasa lelah dari biasanya serta berakibat pada hasil yang tidak maksimal. Sebaliknya apabila seseorang merasa bahagia dengan berbagai alasan yang ada maka dalam setiap langkah yang dilakukan akan terasa lebih ringan dan dinikmati sehingga hasil yang telah dilakukan menjadi maksimal. Maka dari itu bahagia sangat diperlukan dalam kehidupan manusia yang manfaatnya sangat membantu dalam segala  hal termasuk kondisi mental.

Terkadang kita tidak menyadari ketika rasa bahagia itu timbul. Sebagian besar  seseorang  akan selalu mengingat rasa sedih atau kecewa yang membekas pada dirinya. Padahal banyak sekali cara untuk membuat diri bahagia seperti melakukan hobi dan hal-hal yang disukai dan berkumpul bersama orang yang tepat serta nyaman. Hal yang perlu diingat dalam diri setiap manusia adalah bahwa dalam hidup tidaklah selalu dalam kondisi yang baik dan tidak selalu dalam kondisi yang buruk pula. 

Namun kita haruslah memahami porsi setiap keadaan atau semua jenis rasa yang ada. Apabila sedang mengalami kondisi yang buruk, dapatlah kita sebagai manusia merasakan kesedihan atas penyebabnya dan jangan terlalu larut didalamnya. Begitu pula  apabila kita mendapatkan hal yang membuat diri kita merasa bahagia maka rasakan dan nikmati bahagia tersebut sebagaimana semestinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline