Lihat ke Halaman Asli

Ramlan Effendi

Guru yang suka menulis

Pegadaian MengEMASkan Indonesia, Tempat Rakyat menjaga Asa

Diperbarui: 26 September 2025   20:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pegadaian Digital

Di tengah hiruk-pikuk ekonomi modern, di mana bank sibuk pamer aplikasi canggih, fintech adu cepat dengan bunga yang bikin keringat dingin, dan marketplace mengiming-imingi cicilan paylater serasa tanpa dosa, ada satu nama yang berdiri dengan wajah teduh dan tubuh tua tapi perkasa: Pegadaian.

Bagi sebagian orang kota yang hobi nongkrong di coffee shop ber-WiFi gratis, Pegadaian sering disalahpahami sebagai "terminal terakhir" sebelum seseorang resmi masuk jurang kebangkrutan. Padahal, kalau mau jujur, Pegadaian itu semacam puskesmas finansial: murah, merakyat, tidak mewah, tapi justru paling cepat menyelamatkan nyawa.

Saya menyebutnya "puskesmas finansial" karena Pegadaian adalah tempat rakyat kecil menaruh harapan, bukan sekadar menaruh barang. Di pelosok negeri, ketika bank sulit dijangkau, Pegadaian hadir sebagai ruang teduh yang mau mendengar keluhan ibu rumah tangga yang butuh uang sekolah anak, petani yang dikejar musim tanam, pedagang warung yang modalnya bocor karena tetangga ngutang. Mereka yang mungkin ditolak bank karena tidak punya slip gaji, justru disambut dengan senyum di Pegadaian.

Meng-EMAS-kan Indonesia dengan Cara yang Sederhana Tapi Dahsyat

Pegadaian tidak sekadar menyalurkan pinjaman. Ia menciptakan cara pandang baru terhadap sesuatu yang sering kita pandang remeh: emas. Sejak dulu emas dianggap barang mewah, hanya bisa dimiliki orang berada. Pegadaian menurunkan "singgasana emas" ke meja rakyat biasa lewat Tabungan Emas.

Bayangkan, dengan uang belasan ribu rupiah, masyarakat kecil sudah bisa punya simpanan emas. Ini revolusi diam-diam yang jauh lebih hebat daripada debat di DPR. Karena tanpa banyak gembar-gembor, Pegadaian mengajari masyarakat cara melindungi nilai uang dari inflasi. Bukan teori ekonomi rumit, tapi langsung praktik: nyicil emas sedikit demi sedikit.

Generasi muda yang sering kehabisan uang gara-gara nongkrong, kini bisa dialihkan untuk nongkrong emas. Pekerja bergaji pas-pasan pun bisa menyimpan masa depan mereka dengan tenang. Jadi, slogan "Meng-EMAS-kan Indonesia" itu bukan jargon hampa. Ia nyata, sederhana, tapi efeknya luar biasa: membangun fondasi kekayaan pribadi dari lapisan bawah, lalu ikut menopang kekuatan ekonomi bangsa.

Bukan Cuma Cari Untung: Pegadaian Punya Rasa Sosial

Kalau lembaga keuangan lain sibuk mengejar profit, Pegadaian punya wajah lain: wajah sosial. CSR mereka bukan sekadar seremoni foto bareng sambil bagi sembako, lalu masuk berita. Pegadaian ikut turun tangan membantu korban bencana, membangun fasilitas pendidikan, hingga melatih masyarakat supaya bisa mandiri.

Ada satu hal yang sering terlupakan: Pegadaian lebih dekat ke denyut nadi rakyat kecil dibanding institusi finansial manapun. Mereka bukan sekadar membaca laporan keuangan, tapi benar-benar melihat wajah-wajah orang yang datang dengan rasa cemas, lalu pulang dengan sedikit lega.

Inilah bedanya: bagi rakyat kecil, Pegadaian bukan sekadar tempat gadai, melainkan tempat "curhat finansial" yang aman. Kita titip barang, tapi yang sebenarnya kita titip adalah masa depan. Dan anehnya, Pegadaian mengerti itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline