Lihat ke Halaman Asli

Pemborosan dan KKN APBD Propinsi DKI Jakarta, Siapa Bermain? Interior dan Meubeler DPRD DKI Rp 45 Milyar

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JAKARTA --- Pemborosan anggaran dan potensi adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) pada penyediaan fasilitas legislatif dan eksekutif di Provinsi DKI Jakarta, juga terjadi. Rehab Ruang Paripurna Gedung DPRD Provinsi DKI Jakarta senilai Rp. 18,920 milyar diduga tidak sebagaimana mestinya. Beberapa pos anggaran Belanja Barang dan Jasa APBD Pemda DKI Jakarta Tahun 2012 dinilai jauh dari kepatutan. Pengadaan meubeler Gedung DPRD Provinsi DKI Jakarta senilai Rp. 25,8 milyar dan , Interior Gedung DPRD senilai Rp. 20 milyar.Kemudian Retrovit Gedung DPRD Lama mencapai Rp. 80 milyar, serta lainnya.

“Kami menduga adanya pemborosan anggaran belanja barang dan jasa pada APBD Pemprov DKI Jakarta 2012 dilakukan oleh mafia anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta. Untuk itu perlu dikoreksi karena penggunaan anggaran tersebut berpotensi korupsi serta menghianati prinsip keadilan bagi masyarakat Jakarta. Sementara yang sudah berjalan akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegas Presiden LIRA (Lumbung Informasi Rakyat), Drs. HM. Jusuf Rizal, SE, M.Si terkait temuan Biro Intelijen dan Investigasi Lira (BIIL) di Jakarta, kemarin.

Menurut Jusuf Rizal rehab ruangan paripurna DPRD Provinsi DKI Jakarta senilai Rp. 18,920.000.000,- diduga berpotensi adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) karena dalam implementasinya rehabilitasi hanya mayoritas penggantian karpet saja dan jam. Sementara materi bangunan lainnya tidak begitu banyak mengalami perubahan. Patut diduga anggaran tersebut telah di mark up (dinaikkan) yang diduga didalangi Badan Anggaran (banggar) di DPRD Provinsi DKI Jakarta. Untuk itu LIRA akan terus melakukan investigasi.

Sinyalemen itu diperkuat adanya pos anggaran belanja barang dan jasa APBD Tahun 2012 yaitu pengadaan maubelair Gedung DPRD Provinsi DKI Jakarta yang nilainya mencapai Rp. 25,8 milyar serta Pekerjan interior gedung DPRD Rp. 20 milyar. Kemudian Retrovit Gedung DPRD Lama mencapai Rp. 80 milyar yang dinilai juga berpotensi adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), karena perencanaan retrovit gedung DPRD Lama tersebut hanya perubahan tampak depan dan tidak secara keseluruhan.

“Kami menduga penentuan nilai pos anggaran pengadaan barang dan jasa APBD Provinsi DKI Jakarta sudah diseting sedemikian rupa dan proyek-proyeknya sudah juga dibagi-bagi. Sejak penentuan anggaran sudah dikapling dan bahkan sudah ada yang ‘dibeli’ dimuka oleh para pengusaha melalui anggota legislatif. Misalnya, pengadaan mobil penyiram taman diduga sudah diplot oleh oknum legislatif,” tegas Jusuf Rizal yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Federasi NGO/LSM se-Indonesia.

Beberapa pos pembiayaan lainnya yang perlu dikritisi menurut Jusuf Rizal, antara lain Program Pembangunan dan Penataan Bangunan Gedung Pemda, Rp. 444.168.000.000,-, Renovasi Gedung Blok G sebagai Green Building (tahap III), Rp. 90.000.000.000,-. Pembangunan Gedung DPRD dan Pengembangan Balaikota (multiyears), Rp. 140.368.000.000,-. Pembangunan dinas kesehatan Rp. 50.000.000.000,-, Pembangunan Gedung LBIQ (Bazis) DKI, Rp. 20.000.000.000,-, Pengembangan Islamic Center, Rp. 15.000.000.000,-.

Menurut pria yang dulu menjabat sebagai Direktur Blora Center --- tim relawan yang dibentuk Sudi Silalahi membantu SBY pada Pilres 2004 dan 2009 --- anggaran biaya yang diploting besar tidak menjadi masalah bila mana anggaran tersebut tepat sasaran, efektif, efesien dan akuntable. Seharusnya anggota dewan justru melaksanakan fungsinya sebagai legislasi, budgeting dan pengawasan secara profesional dan proporsional.

Dengan lolosnya pos anggaran pengadaan barang dan jasa di APBD Provinsi DKI Jakarta yang dinilai tidak wajar tersebut, mengindikasikan kemungkinan adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menetapkan mata anggaran. “Ini harus dikoreksi agar APBN DKI Jakarta digunakan untuk mensejahterakan masyarakat, bukan kelompok elit-elit politik yang gajinya sudah dibayar oleh rakyat,” tegas Jusuf Rizal

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline