Lihat ke Halaman Asli

Etnofarmakologi: Manfaat Tanaman Liar

Diperbarui: 15 Januari 2023   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indonesia memiliki kekayaan alam berupa hewan maupun tumbuhan. Ekplorasi mengenai manfaat dari kekayaan alam tersebut telah banyak dilakukan. Namun masih belum banyak dieksplorasi secara saintifik. Tumbuhan liar yang hidup di sekitar memiliki potensi untuk memberikan manfaat. Karena kandungan tertentu yang ada di tumbuhan dapat digunakan, tetapi memerlukan pengolahan khusus agar  berdampak lebih baik bagi kesehatan.

Tumbuhan dengan khasiat obat herbal merupakan tanaman yang mampu menghasilkan beberapa komponen aktif yang mampu memulihkan kesehatan atau mengobati (Abdiyani, 2008; Cahyawati, 2019). Tumbuhan liar seringkali telah digunakan sebagai obat alami oleh masyarakat. Setelahnya masyarakat kemudian menyadari kepentingan dari tumbuhan tersebut hingga didomestikasi menjadi tanaman budidaya. Mempelajari sekelompok masyarakat yang menyadari khasiat dari suatu tumbuhan disebut dengan etnofarmakologi. Kebiasaan turun temurun dalam menggunakan tumbuhan tertentu menjadi suatu kekayaan budaya tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Biasanya tumbuhan tersebut dikonsumsi sebagai jamu, obat rebusan ataupun sayuran.

Beberapa jenis tanaman yang telah digunakan secara turun temurun di Indosesia, seperti Kenikir (Cosmos caudatus Kunth). Daun tumbuhan ini biasa dikonsumsi sebagai lalapan oleh masyarakat Jawa. Seperti digunakan pada campuran pecel. Tumbuhan ini juga dipercaya untuk meningkatkan nafsu makan. Ternyata daun tumbuhan ini diketahui mengandung saponin, flavonoid polifenol dan minyak atsiri. Akarnya mengandung hidroksieugenol dan koniferil alkohol (Fuzzati et al., 1995). Diketahui tanaman ini memiliki juga mekanisme antikanker. Senyawa metanolik pada daun kenikir memiliki efek terhadap sel kanker payudara T47D (Pebriana et al., 2008).

Selain itu ada Krokot (Portulaca oleracea L.), yang juga dapat dikonsumsi bagi masyarakat Jawa yaitu bagian daun dan batangnya. Tumbuhan ini biasa dianggap sebagai pengganggu atau gulma di lahan budidaya. Menurut Rahardjo (2007) krokot biasa dikonsumsi sebagai lalap, sayur bening, urap, pecel, dan tumis. Adapun menurut Anggraini et al. (2012), kandungan kimia krokot, antara lain asam lemak omega-3, asam eicosapentaenoic (EPA), vitamin A, B, C, dan E serta beta karoten.

Tanaman krokot memiliki rasa asam dan bersifat antipyretik (penurun panas), analgetik (menghilangkan rasa sakit), diuretik (peluruh air seni), anti toksi, sedative (penenang), menurunkan gula darah, anti skorbut (bibir pecah-pecah) akibat kekurangan vitamin C), cardiotonic (menguatkan jantung), menghilangkan bengkak dan melancarkan darah (Rahardjo, 2007).

Masih banyak tanaman yang digunakan secara turun temurun bagi masyarakat karena dipercaya menyembuhkan berbagai penyakit. Seperti Jambu (Psidium guajava) sebagai obat diare di masyarakat Sulawesi, diketahui karena mengandung quercetin. Kemudian Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus) yang diyakini mampu meluruhkan batu ginjal oleh masyarakat Sumatera, ternyata memiliki kandungan alkaloid dan saponin. Selain itu, Rumput bulu atau Babandotan dipercaya masyarakat Kalimatan untuk menyembuhkan sakit perut dengan cara dihaluskan dan diletakkan dipusar, namun sayangnya cara ini belum menemukan penjelasan secara ilmiah. Tentu masih banyak lagi daftar panjang tumbuhan berkhasiat yang berpotensi menjadi suatu produk asli Indonesia.

 Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia perlu dikembangkan dengan peningkatan ilmu pengetahuan sumber daya manusianya. Tumbuhan yang berkhasiat menurut pengetahuan lokal perlu mendapatkan perhatian dan sentuhan ilmiah. Agar dapat diketahui lebih spesifik kandungan yang bermanfaat tersebut. Selain itu, efek samping dari penggunaannya dapat dikontrol dengan jelas. Karena tidak jarang tumbuhan tersebut memiliki kandungan lain yang kurang baik bagi kesehatan. Seperti contohnya tumbuhan krokot, apabila dikonsumsi melebihi konsumsi yang dianjurkan akan menyebabkan batu ginjal.

Penggunaan obat herbal sebaiknya telah teruji secara klinis, sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan. Eksplorasi mengenai tumbuhan yang ada di Indonesia juga sebaiknya mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sehingga berbagai produk dapat dihasilkan dengan bahan baku yang telah tersedia di alam Indonesia.

Referensi:

Anggarani, D. N., Kartika, D., Novitasari, D. A., Nasution, Mardiah, N. A., Arindita, N. D., Rahfiludin, M. Z. 2012. "Table Kroasia" Tablet Krokot Berkhasiat, Inovasi Effervescent Dari Tanaman Krokot (Portulaca oleracea L.) Sebagai Alternatif Minuman Bersuplemen Bagi Penderita Radang Usus Buntu. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol. 2 No.2.

Cahyawati, M. 2019. Studi Etnofarmakologi Tanaman Obat Di Desa Sumberjaya, Kecamatan Waway Karya, Kabupaten Lampung Timur Sebagai Sumber Literasi Keanekaragaman Hayati. Skripsi. Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. Lampung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline