Lihat ke Halaman Asli

Prajna Dewi

TERVERIFIKASI

Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Pornografi Datang, Nalar Hilang

Diperbarui: 11 April 2022   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Design by Canva

Bagi sebagian besar orang tua, seks,  porno, adalah sebuah kata yang dianggap  tabu  untuk diucapkan, apalagi di depan anak  yang masih di bawah umur, begitu pula dengan seksualitas, bahkan organ seksual pantang disebut dengan nama sesungguhnya. Alih-alih menyebut payudara, para ibu membahasakannya "nenen" atau "mimik" kepada anak.

Di sisi lain, sudah sifat manusia, semakin dilarang semakin membuat penasaran. Terlebih lagi seiring pertumbuhan usia dan kematangan fungsi fisiologis membuat  anak memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis,  ditambah  dorongan seksual membuat anak mencari tahu dengan caranya sendiri.

Sejak anak dilahirkan, dia sudah memasuki proses pertumbuhan dan perkembangan seksualitas. dr. Ida Ayu Chandranita Manuaba, dalam bukunya yang berjudul  "Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita"  menjelaskan bahwa saat usia  0 - 12 bulan bayi sudah memasuki tahap oral, merasakan puas dan nikmat  lewat mulut, yang berlanjut ke tahap anal ketika berusia 1 - 3 tahun, berlanjut ke tahap kanak-kanak, pubertas hingga terakhir tahap dewasa.

Ohh, jadi wajar ya ketertarikan anak pada seksualitas?  Sampai tahap mana baru kita boleh cemas?  Mari  kita lihat sebentar data beberapa tahun lalu. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2017 melakukan survey pada anak-anak di 8 provinsi dengan hasil sebanyak 97 persen dari 1.600 anak kelas tiga sampai enam SD sudah terpapar pornografi. Pornografi, menurut Longman dictionary, pornografi adalah majalah, film, pertunjukan yang menampilkan gambar maupun oerbuatan yang ditujukan untuk membuat orang jadi bangkit dorongan seksualnya.

Berarti lima tahun lalu saja  sudah 97 persen anak-anak SD,  terpapar gambar ataupun film yang membangkitkan dorongan seksualnya. Masa itu belum ada Covid, yang artinya pembelajaran masih dilakukan secara tatap muka, penggunaan gawai belum seintensif hari ini. Tentunya hal ini menimbulkan kekhawatiran, ditambah lagi  Sri Cahaya Khoironi, Tenaga ahli Pusat Penelitian Badan Litbang Sumber Daya Manusia Kominfo   menyatakan bahwa  untuk tahun 2020,  mereka  sudah menangani konten negatif sebanyak 1,3 juta konten  dengan pornografi sebagai konten negatif tertinggi.

Usia SD sudah terpapar pornografi, sejauh apa bahaya yang timbul?

Mari kita lihat beberapa bahaya akibat terpapar pornografi

1. Gangguan  kadar dopamine 

Anak yang terpapar konten pornografi, jika tidak segera diberikan bimbingan akan sangat mungkin menjadi kecanduan terhadap pornografi, yang pada akhirnya mengganggu kadar dopamine dalam tubuhnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline