Lihat ke Halaman Asli

Tur Kecil-kecilan

Diperbarui: 1 April 2019   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kopi, nongkrong, obrolan yang tidak penting, suara tawa, dan alunan musik payung teduh menjadi rutinitas kami setiap malam. Malam itu malam minggu, tepatnya setelah bagi raport semester ganjil kami nongkrong dirumah Langit. Rumah Langit merupakan markas besar grup "Keraton". Keraton bisa dibilang sebagai genk yang anggotanya merupakan teman-teman dekatku di sekolah.

Malam begitu hening pada saat itu, ditambah lagi dengan alunan mellow music folk jazz dari payung teduh membuat suasana semakin syahdu. Entah mengapa, pada waktu itu masing-masing dari kami seperti enggan mengeluarkan suara untuk memulai percakapan. 

Madi mengisi kekosongan waktu dengan menggosok akar bahar untuk dijual. Akar bahar adalah tumbuhan laut yang biasanya diolah menjadi berbagai kerajinan tangan yang bernilai tinggi.

Ayah Madi merupakan salah satu pengrajin akar bahar yang cukup terkenal di Kota Muntok, maka dari itu ia melakukan hal tersebut untuk menambah uang saku ketika menjelang liburan. 

Beda lagi dengan Gembul, games adalah  santapan yang dilahapnya setiap hari. Ia selalu up to date dengan dunia games. Kalau sudah memgang androidnya, ia tidak bisa diganggu lagi bagaikan batu, tak peduli hujan tak peduli panas. Lain ceritanya dengan Apri, ia adalah seorang madridista sejati. 

Kecintaannya pada Real Madrid tak ada yang bisa menandinginya. Ia rela mengorbankan matanya menahan rasa kantuk demi menyaksikan laga klub kesayangannya itu. Jika ia melewatkan satu pertandingan, ia akan menontonnya lewat youtube tanpa memikirikan berapa banyak kuota yang dihabiskan untuk itu. Pinho, merupakan anak hits masa kini. Ia yang paling modis diantara kami. 

Foto foto yang diunggah di akun instagramnya selalu banjir 'like'. Hal itu membuat followers instagramnya melesat dengan drastis bak selebgram papan atas. Kalau Buluk, masih saja sibuk membalas chat dari berbagai wanita. Handphonenya tak pernah sepi. Ia adalah playboy kelas kakap yang harus diwaspadai setiap wanita. Buluk tak pernah kehabisan amunisi untuk meluluhkan hati wanita. 

Aku bingung mengapa begitu banyak wanita yang terpikat olehnya. Bolehlah kusebut dia sebagai mafia cinta dan asmara kaum abg labil. Sedangkan Langit, masih berjibaku di dapur menyiapkan kopi dan mie goreng untuk kami. Dan aku, hanya bisa termenung dengan gitarku yang memainkan melodi sumbang tak berirama sambil melamuni apa yang harus kulakukan selama liburan nanti.

Tak lama setelah itu, Langit mengantar kopi dan mie goreng ke ruang tamu. Hanya butuh beberapa saat bagi kami untuk melenyapkan mie goreng itu dari piring. Bunyi perut yang tadinya menggerutu seperti orang mau demo perlahan-lahan mulai kondusif dan terkendali. 

Setelah merasa kenyang, barulah obrolan "ngalor-ngidul" keluar dari mulut para ningrat Keraton. Mulai dari kondisi politik, harga cabai, model motor masa kini, nilai rapot semester yang amburadul, skor pertandingan sepak bola, tingkah laku tetangga sekitar rumah, sampai rumah tangga orang menjadi bahan diskusi para ningrat keraton.

Di tengah-tengah percakapan yang ngalor ngidul itu, tercetus satu ide gila yang keluar dari mulut Buluk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline