Lihat ke Halaman Asli

Alex Palit

Jurnalis

Ingat Ucapan Ahok "Gusti Ora Sare"

Diperbarui: 13 November 2017   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ahok (Foto Tribunnews)

Sudah jatuh tertimpah tangga pula. Sudah jatuh alias kalah dikontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017, ditimpah hukuman 2 tahun penjara pula atas tuduhan penodaan agama. Itulah mungkin pepatah yang menimpah Ahok.

Di sini saya tidak ingin mengulas ulang hura-hura Pilkada DKI Jakarta 2017 yang akhirnya dirinya terkalahkan dalam kontestasi tersebut. Di sini saya juga tidak ingin mengulas ulang hura-hura gelaran aksi demo selama persidangan dirinya yang kemudian divonis 2 tahun penjara atas tuduhan penodaan agama.

Di sini saya hanya diingatkan oleh surat Ahok yang ditulisnya pada 21 Mei 2017 dari rumah tahanan Markas Komando Brimob -- Depok yang kemudian dibacakan istrinya, Veronica Tan, dalam sebuah jumpa pers. Di akhir suratnya menuliskan "Gusti ora sare"

"Gusti ora sare". Dalam filosofi budaya Jawa, istilah Gusti ora sare merupakan ungkapan doa keyakinan iman atau kredo bahwa Tuhan tidak tidur.

Ia adalah sang maha tahu, maha melihat, dan maha bijak. Ia tidak tidur, Ia selalu terjaga, Ia selalu melihat atas segalanya.

Dalam konteks kehidupan, pengertian ungkapan Gusti ora sare ini bisa merujuk pada tafsir yang juga dalam bahasa Jawa yaitu becik ketitik ala ketara, yang baik akan kelihatan yang jelek akan nampak.

Di mana dalam kehidupan pada akhirnya segala kebusukan yang berselubung kemunafikan akan terungkap, terbongkar dan ditelanjangi sebagai karma atas perbuatannya. Seiring itu pula, kebaikan dan kebenaran akan dinyatakan.  

Dalam ungkapan becik ketitik ala ketara ini orang baik akan terlihat, orang jahat akan terungkap dan terbongkar dengan sendirinya segala kemunafikan, kebusukan dan kejahatannya sebagai karma atas perbuatannya.

Begitupun dalam panggung politik, pada ungkapan becik ketitik ala ketara ini juga antara lain akan ditandai terbongkarnya segala skandal manipulatif perwujudan ambisi politik satu persatu mulai terkuak dan mengemuka.

Termasuk janji-janji politik yang pernah diucapkan pada masa kampanye dan sesudahnya saat menjabat kini saatnya ditagih perwujudan realisasinya.

Berat memang berat apalagi bila janji-janji atau kontrak politiknya tersebut bagai lirik lagu tinggi gunung seribu janji tak terbatas kata-kata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline