Lihat ke Halaman Asli

Paramesthi Iswari

Ibu Rumah Tangga

Lagu Sendu di Paruh Gincu yang Membiru dalam Sangkar Pasar Gelap

Diperbarui: 17 September 2025   11:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekek Geling (Cissa Thalassina).  Foto:  fb Nature's Rich Pallete/rhysrushby

Tak selamanya kecantikan adalah keberuntungan.  Bagi Ekek Geling (Cissa Thalassina) kecantikan dan kicau merdunya adalah  nasib malang yang membawanya ke tubir kepunahan. 

Diburu di alam liar, Ekek Geling tak berdaya terperangkap dalam pusaran perdagangan gelap.  Meringkuk di dalam sangkar tangkapan, bulunya yang berwarna hijau terang berangsur memudar kebiruan lantaran stress, malnutrisi dan tercerabut dari habitatnya. 

Pesona Ekek Geling

Ekek Geling atau dikenal juga dengan nama Javan Green Magpie adalah burung endemik yang ditemukan di Jawa Barat.  Bulu tubuhnya berwarna hijau menyala dengan topeng “bandit” hitam serta paruh bergincu merah.  Sayapnya berwarna merah kecoklatan, demikian pula iris matanya. 

Warna iris mata tersebut membedakannya dari kerabat dekatnya, Ekek Kalimantan dan Ekek Layongan dari Sumatera.  Memiliki iris mata berwarna putih, paruh lebih kecil dan ekor yang lebih panjang, Ekek Kalimantan bernasib sedikit lebih baik.  Meski memilki potensi untuk bernasib sama dengan Ekek Geling, saat ini populasinya belum memasuki kategori kritis.

Hutan lebat di kaki gunung yang cenderung tak tersentuh oleh manusia menjadi habitat ideal bagi Si Paruh Gincu ini.  Ia menyukai tinggal di antara naungan dedaunan yang lebat dan dekat dengan sumber air.  Meski bersuara keras, tubuhnya yang dominan berwarna hijau membuat kehadirannya sulit dikenali di antara pepohonan.  Tak heran bila ia dikenal sebagai burung misterius yang tak mudah dijumpai manusia.

Dibalik penampilannya yang cantik, Ekek Geling adalah burung karnivora. Normalnya ia memangsa serangga seperti ulat, belalang, kecoa, kumbang, dll.  Namun, di masa kawin dan mengerami yang membutuhkan asupan protein lebih, burung kerabat gagak (corvidae) ini gahar memangsa vertebrata kecil seperti katak (bancet), kadal, tikus, bahkan ular kecil.  Karakter ini membuat keberadaannya cukup penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Spektrum mangsa yang beragam berkontribusi terhadap keindahan warna bulu Ekek Geling.  Bulu anakan Ekek Geling yang berwana biru cyan berangsur-angsur akan berubah menjadi hijau terang pada saat memasuki usia dewasa.  Hal ini disebabkan oleh diet yang kaya akan pigmen karotenoid kuning (lutein) yang terdapat pada dedaunan hijau.  Meski tak memakan daun, Ekek Geling memperoleh lutein dari serangga yang memakan tanaman hijau. 

Tak hanya cantik, Ekek Geling memiliki kicauan yang nyaring dan  beragam.  Ia juga pintar menirukan berbagai suara.  Kepintaran inilah yang membuatnya diminati oleh pehobi burung kicau.  Meski bukan burung primadona di kalangan kicau mania,   Ekek Geling kerap dijadikan sebagai   “burung master” atau “masteran”.  Masteran digunakan untuk melatih burung lain seperti murai atau lovebird agar kicauannya lebih gacor.

Komersialisasi Burung Kicau

Menyempitnya habitat akibat deforestasi adalah ancaman bagi keberlangsungan Ekek Geling.  Namun, ancaman yang lebih besar datang dari perburuan dan perdagangan liar. 

Praktek memelihara burung sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak berabad-abad yang lalu.  Dalam budaya Jawa, “kukila” yang berarti burung adalah salah satu dari 5 kriteria pencapaian hidup selain wisma (rumah), wanita (istri), turangga (kuda/kendaraan), dan curiga (keris/senjata).  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline