Lihat ke Halaman Asli

Kiprah Muslimah di Lintasan Sejarah

Diperbarui: 30 April 2018   16:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era kekinian, perbincangan tentang peran kaum wanita masih hangat diperbincangkan. Kaum feminis terus mendorong agar kaum wanita mampu terjun secara total ke ruang publik. Mereka menginginkan kaum wanita setara dengan kaum pria di segala bidang.

Namun upaya itu tak berjalan mulus. Aturan budaya dan agama dianggap sebagai penghalang kebebasan. Syariat Islam pun tak luput dari sasaran. Mereka menggugat hukum tentang haramnya wanita menjadi pemimpin, kewajiban taat pada suami, kewajiban menutup aurat, wajib menikah dengan adanya wali, dsb.

Padahal jika mereka mau merenung, ketidakberhasilan itu bukan karena aturan agama. Tapi karena ide yang mereka bawa memang keliru. Bahkan bisa dibilang, feminisme adalah ide yang absurd. Ide itu justru menjerumuskan kaum wanita menuju keterpurukan yang teramat dalam.

Bagaimanapun, fisik wanita dan pria memang diciptakan berbeda. Mereka juga punya fitrah yang berbeda. Perbedaan itu pada akhirnya memang memerlukan aturan yang berbeda.

Misalnya saja, wanita diciptakan memiliki rahim sebagai tempat mengandung. Maka wanita perlu aturan khusus yang terkait dengannya. Mengandung, menyusui, mengasuh, dan masalah keibuan lain takkan bisa digantikan oleh pria.

Begitu pula dengan aturan lain yang terkait dengan wanita. Semua itu bukan untuk mengekang kebebasan. Tapi untuk melindungi fitrah dan kehormatan kaum wanita.

Di sisi lain, Allah berikan seperangkat aturan khusus bagi kaum pria. Misal, sebagai qawwam (pemimpin),  pria wajib menafkahi serta melindungi anak dan istri. Bukan hanya kebutuhan makan, tapi juga kasih sayang, perhatian, perlindungan, pendidikan, dsb. Semua itu merupakan amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban. 

Artinya, pria tak juga bebas menindas kaum wanita. Demikian pula, wanita bukanlah pesaing pria. Tapi keduanya adalah mitra yang menjalin hubungan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan. Perbedaan yang ada tak menjadikan kaum wanita lebih rendah dari pria, atau sebaliknya. Karena kemuliaan manusia tak ditentukan oleh jenis kelaminnya, melainkan oleh ketakwaannya.

Sebagai hamba Allah, wanita tak memiliki kebebasan mutlak. Demikian pula dengan pria. Semua wajib terikat dengan syariat Islam, yakni aturan yang datang dari Allah sebagai Pencipta manusia.

Hukum asal wanita adalah sebagai ummu wa rabbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Artinya wanita punya kewajiban mengurus anak dan suami, serta mengatur urusan dalam rumah. Boleh saja wanita berkarir di luar, asalkan kewajiban pokoknya tidak terlalaikan.

Adapun dalam hal yang umum seperti menuntut ilmu dan melakukan amar ma'ruf nahi munkar (berdakwah) adalah kewajiban setiap muslim dan muslimah. Begitu pula dalam hak umum seperti melakukan muamalah, memilih pemimpin dan menyampaikan pendapat, tak ada perbedaan di dalamnya. Untuk itu, kaum wanita tak boleh dihalangi untuk menunaikan kewajiban dan mengambil haknya. Bahkan negara wajib memfasilitasinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline