Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Anak Sudah Biasa Rasis, Salah Siapa?

Diperbarui: 24 Agustus 2019   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siswa sedang belajar bersama. Dokpri.

"Tanpa kita sadari, anak-anak sekarang sudah terbiasa mengucapkan kata-kata rasis. Herannya, orang tua, guru, bahkan masyarakat cenderung antipati."

"Huuuu, dasar anak miskin!"
"Huuu, dia itu Pak anaknya Si A, makanya nakal Pak!"
"Ahhh, anak orang Padang memang gitu Pak, pelit, medit, kisit!"

"Huhu rambutnya kriting, seperti sapu ijuk!"
"Hmm, orang jawa mah gitu pak, suaranya kayak tungau!"

Dan akhirnya anakpun berkelahi, mengadu ke guru, bahkan menangis.

Agaknya kalimat-kalimat ini sangat sering kita dengar di sekolah, masyarakat, hingga didalam keluarga. Kata-kata yang bertajuk mengejek kekurangan dan kelemahan fisik serta rohani ini sungguh menyinggung perasaan. Dan sungguh, ini adalah rasisme.

Sejatinya, rasisme adalah suatu paham dan keyakinan bahwa perbedaan yang melekat di antara berbagai kelompok ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu tertentu. Hal ini melibatkan gagasan bahwa ras seseorang lebih unggul, memiliki hak untuk mendominasi orang lain serta menyatakan bahwa kelompok ras tertentu lebih rendah daripada yang lain.

Menilik pernyataan ini, terkuak pemahaman bahwa rasisme sudah menjadi sebuah ideologi "kasar" dan memiliki pengaruh yang sangat "sensitif" terhadap terjadinya konflik. Rasisme pula mengarah pada ejekan, celaan, dan diskriminasi terhadap sesuatu yang hanya bisa kita terima dan syukuri. Maka tak heran jika pihak yang tertindas seolah murka dan menganggap itu adalah sikap yang negatif.

Rasisme: Sentimen "Asal-Usul"

Pandangan mata seringkali berkesimpulan relatif, begitupun dengan perasaan dan pikiran. Dari kerelatifan, akan muncul ungkapan baik dan buruk yang relatif pula. Apakah ini masalah? Tentu saja bermasalah jika objek utamanya adalah "sesuatu yang berasal dari Tuhan". Masalahnya adalah kita tidak bisa memilih dari suku, ras, dan etnis apa kita lahir. Begitupun halnya dengan bentuk fisik.

Mungkin jika itu persoalan rambut keriting atau ikal bisa kita ubah. Tapi jika persoalannya adalah warna kulit, bentuk wajah, bahkan cacat sejak lahir, itu adalah takdir Tuhan yang harus kita, orang lain, dan mereka terima. Lalu, apakah kita bisa berkeluh dari Takdir?

Kita tentu ingat bagaimana kisah Iblis yang terlempar dari surga. Seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an Surah Al-A'raaf ayat 7: Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline