Lihat ke Halaman Asli

Nur Zahrotul Hayati

Mahasiswi Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia

Thailand Protest: Fight for Democracy

Diperbarui: 24 Desember 2022   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kabar adanya aksi demo yang dilakukan oleh masyarakat Thailand cukup sempat mengejutkan masyarakat dunia, terlebih pada keadaan pandemi covid-19 yang mengharuskan adanya social distancing. Aksi demo tersebut diikuti oleh kurang lebih 10.000 orang, yang kemudian tercatat sebagai demo pro-demokrasi terbesar sejak kudeta militer enam tahun lalu. Pemicu awal terjadinya aksi demo ini dikarenakan adanya pembubaran partai oposisi yang diduga berpengaruh atas terpilihnya Prayuth Chan-O-Cha sebagai Perdana Menteri Thailand pada 2019 lalu. 

Mulanya, beberapa warga Thailand menganggap bahwa hal tersebut merupakan peluang reformasi setelah sebelumnya sistem pemerintahan Thailand selalu dikuasai oleh militer. Namun, saat terpilihnya Prayuth Chan-O-Cha sebagai Perdana Menteri, justru mulai terlihat bahwa kedudukan yang ia dapatkan adalah semakin memperkuat kemiliteran dalam Pemerintahan Thailand. Akhirnya, kekecewaan yang sudah terlalu sering dialami oleh masyasrakat Thailand ini menyulut terjadinya aksi demonstrasi yang berlangsung di Monumen Demokrasi, Bangkok. 

Masyarakat menuntut agar pemerintah segera melakukan amandemen konstitusi, mengadakan pemilihan baru terhadap anggota parlemen yang saat itu menjabat khususnya Perdana Menteri Prayuth Chan-O-Cha, dan mendesak para otoritas keamanan untuk berhenti menindak kasar para kritikus atau aktivis HAM. Bukan hanya itu, masyarakat Thailand juga menuntut adanya reformasi kekuasaan Monarki pada Raja Vajiralongkorn karena sistem pemerintahan Monarki Konstitusional yang beliau jalankan dinilai mengalami banyak kegagalan. Padahal, Negara Thailand memiliki pasal pelindung bagi keluarga kerajaan atau yang biasa disebut "Lese Majeste". Pasal 112 Hukum Pidana Thailand tersebut berisikan tentang, bagi siapapun "Seseorang yang merusak nama baik, menghina, atau mengancam Raja, Ratu, Putra Mahkota, atau Bangsawan" akan dihukum penjara hingga 15 tahun. Dan pasal tersebut berlaku bagi siapapun  yang mengkritik Monarki. Namun, saat aksi demonstrasi berlangsung, berbagai kritikan yang disuarakan oleh para demonstran tersebut justru tidak diberlakukan sementara atas perintah Prayuth Chan-O-Cha. 

Aksi demo tersebut cukup unik, karena massa menggunakan berbagai karakter dalam menyampaikan maksud yang dituju kepada pemerintah. Tentunya, aksi demo tersebut juga didukung oleh para aktivis dan politikus.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline