Lihat ke Halaman Asli

Nursini Rais

TERVERIFIKASI

Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Cerita Mini: Bayi dan Kantong Kresek Menangis

Diperbarui: 20 September 2020   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, Dokumentasi Pribadi

Baru saja mataku terpejam, ada suara  aneh di samping rumah. Kupasang teling  amat-amat. Berharap bunyi tersebut  melintas lagi. Rupanya hanya satu kali.  Hati ini berbisik, “Barangkali aku bermimpi.”  

Kantuk buyar. Tidurku putus tak bisa disambung lagi. Anganku melayang ke angkasa, malam terasa amat panjang. Tak biasanya aku begitu.

“Tandanya tubuhmu kelelahan. Hari ini biar saya saja yang jualan. Kamu di rumah saja, istirahat, tidur. Mengganti jam tidurmu tadi malam.  Uang tak akan dibawa mati,” kata suamiku.

Bukan lelah, Uda. Ada suara “sengeak”.  Mungkin ini pirasat kurang elok ,” bantahku.

Sengeak apo lo." (Sengeak apa pula).

“Ya, Sengeak. Hantu jadi-jadian  dari anak jadah itu. Persis kayak bayi nangis.”

“Ah. Itu pendapat orang kampung. Paling suara burung hantu di lubang pohon jambu.  Mana ada anak orok mati jadi sangeak. Bayi itu makhluk suci. Kalau dia meninggal, jaminannya surga..”

“Mosok anak hasil hubungan gelap masuk surga. Itu kan anak haram.”

“Hubungan gelap atau terang, tak ada bayi  haram. Yang haram itu perbuatan ibu bapaknya.”

Habis salat subuh,  suamiku berkemas mau ke warung  untuk  memulai aktivitasnya berjualan kelapa. Lokasinya di tengah kota. Lima belas  menit jalan kaki dari kediaman kami.  

Begitu pintu dibuka,  beliau kaget. Langkahnya surut ke belakang.  “Ada benda hitam di depan pintu,” bisiknya antara terdengar dan tidak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline