Lihat ke Halaman Asli

Nursalam AR

TERVERIFIKASI

Konsultan Partikelir

Mungkin JPU Kasus Novel Hanya Melucu

Diperbarui: 18 Juni 2020   06:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jejak digital JPU kasus Novel Baswedan/Sumber: Tirto.id

Dulu, sewaktu SD dan SMP di era 80-90an, teman-teman sekolah saya biasa bercanda usil. Misalnya, pura-pura menabrak teman yang lain, lantas ketika yang bersangkutan marah, si penabrak kemudian dengan entengnya bilang, "Maaf, tidak sengaja." Itu pun dengan mimik cengengesan tanpa rasa bersalah.

Adegan kian seru jika yang ditabrak perempuan.

Biasanya adegan tabrakannya disertai dengan senggolan atau sentuhan pada bagian sensitif kewanitaan, seperti dada atau bokong. Atau bahkan dengan pelukan colongan.

Jika si korban malang, sebut saja namanya Mawar, ngamuk atau bahkan menangis, pembelaan pamungkasnya tetap sama: "Nggak sengaja ya!"

Jika pun kasusnya berakhir dengan penyidangan kasus oleh guru, biasanya si pelaku beralibi bahwa ia sekadar berkelakar atau melucu. Melucu yang tidak lucu, tentunya. Andai terjadi saat ini, tentu perkaranya akan lebih ruwet, dan tidak mustahil berujung ke meja hijau dengan delik pelecehan seksual.

Alhasil, saya teringat rekan-rekan usil saya itu ketika menelusuri profil sang Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus penganiayaan Novel Baswedan (penyidik senior KPK) yang karib dikenal sebagai "insiden air keras Novel".

Namanya panjang dan berwibawa, Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin. Tampilan perlente. Gaya hidupnya, sebagaimana yang beredar viral di media sosial, khas tipikal kalangan berduit. Namun, saya kira ia tidak jauh berbeda dengan rekan-rekan jail saya dulu. Senang berguyon usil.

Hal itu terpampang nyata dalam tuntutan yang disusunnya terhadap kedua penyerang Novel Baswedan dengan air keras, yang hanya mengajukan tuntutan hukuman satu tahun penjara. Itu pun dengan imbuhan dalil faktor "ketidaksengajaan".

Kadang saya pikir mungkin dahulunya Jaksa Fedrik Adhar (FA) ini bercita-cita ingin jadi advokat, alih-alih jadi jaksa, sehingga kali ini perannya tertukar. Kendati mungkin tidak sengaja.

Andai semua jaksa seperti Jaksa FA, pastilah dijamin para advokat di negeri ini akan kekurangan job, berkurang pekerjaan dan otomatis anjlok penghasilannya. Sebab jika jaksa berlaku selayaknya advokat, lantas advokat akan jadi apa?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline