Lelaki itu tetap menyimpan dan menggunakan cermin yang retak di kamarnya. Cermin dengan bingkaau kayu jati kuno yang dibawanya dari desa.
Ketika masih di desa dulu ia sering menggunakannya untuk berdandaan dan menyisir rambutnya sebelum berangkat ke sekolah.
Ia tak berani membeli cermin baru di kota sebab ia takut berkaca pada cermin baru yang jernih. Hal itu akan menggambarkan wajahnya yang sebenarnya yang penuh goresan luka akibat kejamnya kota.
Karenanya lebih baik digunakannya cermin retak dari desa. Retak cermin itu justru menampakkan wajahnya yang sebenarnya. Juga mengingatkannya pada masa kecil yang bahagia di desa meski hidup seadanya saja.