Lihat ke Halaman Asli

Noenky Nurhayati

TERVERIFIKASI

Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Inilah Gambaran Mengapa Kita Harus Mengajarkan Anak-anak tentang Emosi

Diperbarui: 9 Februari 2023   00:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Pada suatu ketika saya melihat dan memutar sebuah Video dari sebuah grup WA, tentang seseorang yang tidak bisa mengekspresikan emosinya dengan baik. Diceritakannya bahwa sejak kecil ia selalu dimarahi dan dilarang untuk memberikan pendapat ataupun marah yang disebabkan oleh sesuatu hal karena hal itu dianggap tidak baik. Setelah dewasa, pada saat ia sedang memesan makanan sepulang dari kerja, karena ia tidak suka pedas, lalu ia memesan nasi goreng yang tidak pedas disebuah warung kaki lima pinggir jalan. Saat proses memasak, ia melihat si tukang nasi goreng terlihat memasukkan cabe/ sambal dalam jumlah yang banyak yang diyakininya pastilah akan jadi nasi goreng yang pedas sementara ia sendiri tidak suka pedas. Namun ia tak kuasa untuk memprotesnya apalagi untuk marah karena pesanan yang tidak sesuai. Lidahnya kelu untuk melarang dan ia hanya bisa menangis dalam hati karena nasi goreng itu nantinya akan sia-sia untuknya dimakan. Miris bukan? Bagaimana seorang anak dapat memperjuangkan haknya jika untuk menolak keinginannya agar sesuai dengan apa yang ia mau saja  ia tak mampu melakukannya.

Dalam masa pertumbuhkembangannya, anak-anak akan mengalami berbagai situasi dan pengalaman baru. Karenanya penting bagi seorang anak untuk belajar mengelola emosi sejak dini. Pengalaman ini akan berpengaruh terhadap emosi yang mereka miliki di masa yang akan datang. Anak tidak akan tahu bagaimana merespon sebuah hal dengan benar jika tidak diajarkan sejak dini.

Respon emosi yang anak lakukan pada saat ia masih kecil terhadap sesuatu sehingga sampai membuatnya tantrum, kesedihan atau kemarahan yang berlebihan, stres atau bahkan terjadi tindak kekerasan merupakan hal yang pastinya orang tua tidak inginkan. Namun kondisi tersebut mungkin saja akan sering anak lakukan jika dirinya justru tidak diajarkan mengelola emosi.

Mari kita mulai dengan seorang pria berusia 30 tahun yang memiliki masalah kemarahan.

Nah, apakah pria ini tiba-tiba mengalami masalah amarah? Kemungkinan besar tidakkan? Bisa saja bahwa itu sudah ada sejak lama terjadi, mungkin pada masa kanak-kanaknya, tetapi sekarang intensitasnya meningkat dan lebih menonjol. Sebuah emosi yang mengendap sejak lama dan dipendam, akan tidak baik apabila dikemudian hari terdapat trigger dan dorongan pada dirinya yang tidak bisa diprediksi kapan akan muncul.

 Yuk coba mari kita kembali ke masa kecilnya yang sekarang. Ketika dia masih kecil dan marah, atau mengungkapkan kemarahannya, apakah dia diberitahu dengan model ucapan seperti ;

"Marah itu sangat buruk"

"apa yang bisa membuatmu marah hanya untuk hal sekecil itu?"

atau amarahnya dibalas amarah untuk menenangkannya alias dibentak dan dicegah untuk menunjukkan kemarahannya semakin menjadi-jadi.

 Apa yang anak laki-laki ini pahami tentang dirinya sendiri? Pastilah anak ini akan berpikir : jika marah itu buruk-lalu mengapa aku merasakan perasaan seperti ini?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline