Lihat ke Halaman Asli

Ke Depan, Presiden Bukan Kerja tapi Berpikir

Diperbarui: 14 Agustus 2018   13:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemerintah memiliki struktur birokrasi berjengjang.  Di level Pusat ada Presiden sebagai pembuat kebijakan strategis (Strategic policey maker); ada Menteri sebagai pembuat kebijakan taktikal (technical policy maker) dan sterusnya. Di level daerah adan bupati, camat dan seterusnya.

Dengan demikian, seorang presiden memiliki tugas pokok membuat kebijakan strategis sebagai penjabaran dari UUD dan UU untuk mendorong dan mengendalikan pembangunan di segala bidang untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.  Kebijakan strategis tersebut meliputi Inpres, Perpres, Peraturan Pemerintah, dan peraturan pemerintah lainnya.

Agar seorang presiden mampu menghasilkan kebijakan yang strategis, maka dia harus berpikir strategis, memiliki pengetahuan yang luas  tentang kendala dan masalah pembangunan di Indonesia.

Oleh kerena itu, seorang Presiden harus memiliki kemampuan berpikir yang luas dan kuat, kemampuan membaca dan belajar yang kuat dan terus-menerus mengupdate ilmu dan pengetahuan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri dan kemampuan melakukan analisis strategis terhadap lingkungan strategis yang melingkupi bangsa Indonesia.

Seorang Presiden harus mencurahkan sebagai besar waktunya untuk berfikir dan menganalisis permasalahan strategis yang dihadapi bangsa dan bagaimana membuat jalan keluar berupa  kebijakan strategis agar permasalahan tersebut dapat diatasi, sedangkan sebagai kecil waktunya, Presiden dapat melakukan kunjungan kerja untuk menguji hipotesa-hepotesa dari hasil pemikiran dan analaisinya untuk mengatasi suatu permasalahan yang dipandang strategis.

Dalam bidang ekonomi, Presiden Reagen Amerika Serikat mencetuskan thesis ekonomi sisi penawaran (supply side economic) untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pemotongan pajak pengusaha melawan thesis ekonomi permintaan (demand side economic) dari Keynes dan ternyata thesis Reagen terbukti benar.  Inilah contoh bagaimana seorang Presiden mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya melalui kebijakan jitu hasil buah pikiran.

Presiden Soeharto mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui sinergi sektor pertanian, utamanya beras dengan industri manufaktur.  Soeharto menerapkan strategi Export Led Industrialization dan didukung oleh harga beras sebagai penentu upah (wage good) untuk memberi biaya hidup yang terjangkau kepada seluruh pekerja industri, agar upah industri bisa dikendalikan sehingga ekspor produk manufaktur mampu berasing di pasa dunia.

Sementara, petani padi dikompensasi dengan berbagai subsidi sarana produksi dan subsidi bunga kredit dan berbagai bantuan agar petani padi hidup layak mempu mendukung sektor industri. 

Keberhasilan Soeharto meningkatkan pertumbuhan ekonomi di atas 6% diperoleh karena Soeharto memiliki pikiran luas dan strategis, kemampuan membaca dan belajar yang sangat kuat sehingga mampu menelorkan kebijakan sinergi antara sektor ekonomi beras dan manufaktur secara jitu dan berhasil.

Tantangan Ekonomi Ke Depan

Pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, pendapatan, kesenjangan dan kemiskinan masih menjadi permasalahan ekonomi Indonesia ke depan.  Untuk mengatasi permasalahan ekonomi tersebut diperlukan seorang Presiden ke depan yang berfikir strategis dan inovatif dalam membuat kebijakan ekonomi yang strategis mengatasi permasalahan ekonomi bangsa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline