Lihat ke Halaman Asli

Tragedi Argo dan Cermin Retak Keadilan Sosial Kita: Ujian Nilai Pancasila di Tengah Kenyataan

Diperbarui: 2 Juni 2025   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sila Ke-2 Pancasila (Sumber Gambar : Ngaeni)

Kasus kematian tragis Argo Ericko Achfandi, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), yang ditabrak oleh mobil BMW yang dikendarai oleh Christiano Tarigan, dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), bukan hanya persoalan hukum atau kecelakaan lalu lintas semata. Ia adalah potret kecil dari luka kebangsaan yang dalam. Tragedi ini menohok nurani publik, karena seolah menggambarkan betapa nilai-nilai kebangsaan, kewarganegaraan, dan bahkan ideologi Pancasila kita, tak selalu tampak hadir saat mereka paling dibutuhkan.

Argo merupakan mahasiswa cerdas dari keluarga sederhana yang berhasil masuk UGM melalui jalur beasiswa. Kehadirannya di kampus adalah bukti nyata bahwa sistem pendidikan tinggi kita masih memberi ruang bagi mobilitas sosial. Sementara pelaku adalah mahasiswa yang mengendarai kendaraan mewah. Dari sini, publik dengan cepat menarik benang merah antara kasus ini dengan ketimpangan sosial yang mencolok. Dalam sila kelima Pancasila disebutkan: "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Namun dalam praktiknya, keadilan sering kali terasa lebih lambat dan lunak untuk mereka yang memiliki kekuasaan ekonomi atau koneksi sosial yang kuat. Muncul kekhawatiran publik: apakah proses hukum akan berjalan dengan adil tanpa pengaruh kekuatan uang dan status sosial?

Sikap publik yang meluap di media sosial melalui tagar #JusticeForArgo dan berbagai petisi online bukan semata ekspresi kesedihan, namun bentuk keresahan yang sangat mendalam. Masyarakat resah karena tragedi semacam ini bukan pertama kali terjadi. Ketika warga biasa yang menjadi korban dan pihak pelaku berasal dari kalangan yang dianggap 'berkuasa', maka wajar jika rakyat mempertanyakan: di manakah kemanusiaan yang adil dan beradab itu berada? Dalam sila kedua Pancasila, ditegaskan pentingnya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Namun ketika nyawa pemuda bangsa melayang sia-sia, kemudian pelaku terkesan mendapat perlakuan yang istimewa, maka rasa keadilan masyarakat pun seakan tidak di hargai lagi. Nilai luhur itu hanya terasa seperti hiasan dinding di ruang-ruang institusi, bukan nilai hidup dalam praktik.

Kejadian ini seharusnya menjadi pengingat bahwa menjadi warga negara Indonesia berarti juga berdiri setara di hadapan hukum. Tidak ada warga negara kelas satu dan kelas dua. Ketika seseorang melanggar hukum, terlepas dari latar belakangnya, ia harus menjalani proses hukum secara jujur, transparan, dan setimpal. Di sinilah nilai-nilai kewarganegaraan yang demokratis dan beretika seharusnya dihidupkan. Jika hukum dipraktikkan dengan standar ganda, bagaimana mungkin kita bisa menanamkan rasa tanggung jawab kewarganegaraan kepada generasi muda? Tanggung jawab warga negara bukan hanya membayar pajak saja atau ikut pemilu, tetapi juga hidup tertib, menjunjung hukum, serta menghargai hak orang lain termasuk hak untuk hidup yang dirampas dari Argo.

Tragedi ini bukan hanya panggilan untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarganya, tetapi juga panggilan untuk merefleksikan kembali praktik nyata nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa. Pancasila bukan sekadar hafalan anak sekolah saja, bukan pula formalitas dalam upacara kenegaraan. Pancasila harusnya menjadi pedoman etis dan moral dalam mengambil keputusan baik oleh individu maupun oleh institusi negara. Di sinilah pentingnya membumikan kembali pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan sebagai bagian dari pembangunan karakter bangsa. Mahasiswa seperti Argo adalah simbol harapan bagi bangsa yang lebih adil dan beradab. Maka, ketika harapan itu direnggut, bukan hanya nyawa yang hilang, tetapi juga kepercayaan publik terhadap nilai-nilai yang seharusnya menjadi pemersatu bangsa.

Kita tidak bisa mengembalikan Argo kepada keluarganya, tetapi kita bisa memastikan bahwa kematiannya bukan sia-sia. Proses hukum yang adil dan transparan adalah jalan awal. Namun lebih dari itu, bangsa ini perlu menjadikan tragedi Argo sebagai titik balik untuk kembali meneguhkan komitmen pada nilai-nilai kebangsaan, membangun kewarganegaraan yang bertanggung jawab, dan juga mewujudkan Pancasila dalam tindakan, bukan sekadar kata. Jika Pancasila masih hidup, maka keadilan untuk Argo harus ditegakkan. Dan bangsa ini, harus berani bercermin: apakah kita benar-benar hidup dengan dasar yang kita agung-agungkan sendiri?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline