Di tengah batu yang retak dan langit yang lusuh,
aku temukan nayanika-mu mata yang meneduhkan luka.
Kala dunia terbenam dalam timira,
kau masih menyalakan renjana di antara debu dan doa.
Angin pawana membawa kabar tentang runtuhnya hari,
namun genggamanmu tetap hangat,
seolah waktu berhenti di antara jemari kita.
Kau tersenyum dan segalanya kembali bernapas.
Cinta, barangkali bukan tentang utuh,
melainkan tentang sisa yang tetap memilih ada.
Dan bila segalanya benar-benar binasa,
biarlah hanya senyummu yang tersisa
menjadi kidung terakhir bagi dunia yang nestapa.
Puisi "Senyum di Antara Reruntuhan" menggambarkan cinta dan kasih keluarga yang tetap bertahan di tengah kehancuran dan cobaan hidup. Reruntuhan menjadi simbol luka dan kehilangan, sementara senyum mewakili harapan serta ketulusan yang menenangkan. Lewat bahasa puitis, puisi ini menegaskan bahwa keluarga adalah tempat pulang yang tak pernah runtuh --- sumber kekuatan yang membuat seseorang tetap mampu bertahan dan memulai kembali.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI