Lihat ke Halaman Asli

Naila Rasya

Universitas Sebelas Maret

Stunting di Surakarta

Diperbarui: 3 Mei 2024   06:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Stunting di Surakarta

Statistik PBB 2020 mencatat, lebih dari 149 juta (22%) balita di seluruh dunia mengalami stunting, dimana 6,3 juta anak usia dini atau balita stunting merupakan balita Indonesia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), Indonesia menjadi negara dengan prevalensi tertinggi ketiga di kawasan Asia Tenggara. Dari tahun 2005 sampai dengan 2017, rata-rata prevalensi stunting Indonesia sebesar 36%. Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi di antara negara-negara yang memiliki pendapatan menengah (Saputri, 2019). Menurut hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 menunjukkan, bahwa telah terjadi penurunan kejadian stunting pada balita di tingkat nasional dari 27,7% pada tahun 2019 menjadi 24,4%. Penurunan prevalensi stunting di Indonesia kembali terjadi pada tahun 2022 yaitu menjadi 21,6%

Stunting menjadi target Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu "menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan". Pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting menjadi 14% sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. Penurunan angka stunting di Indonesia diupayakan dapat mencapai 2,7% per tahunnya (stunting.go.id).

Laporan Riskesdas pada tahun 2018 menyatakan bahwa prevalensi status gizi anak umur 0 hingga 59 bulan dengan kasus stunting di Jawa Tengah sebesar 32,1%. Sementara itu, pada tahun 2019, prevalensi stunting provinsi Jawa Tengah turun menjadi 27, 68% (Media Indonesia, 17 Juni 2021). Prevalensi stunting di Jawa Tengah kembali mengalami penurunan pada 2021 menjadi 20% (jatengprov.go.id). Dari data yang dibagikan, prevalensi stunting di Kota Surakarta tercatat 16,2% sesuai Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022. Adapun Kota Surakarta berada di peringkat lima terendah di Jawa Tengah dan angka tersebut merupakan yang terendah di Soloraya. Jumlah tersebut pun turun empat persen dari tahun sebelumnya, dimana pada 2021 tercatat sebanyak 20,4% prevalensi kasus stunting.

Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting mengingatkan pentingnya konvergensi program dan kegiatan dalam mencapai target penurunan stunting tahun 2024 menjadi 14%. Beberapa program yang telah dilaksanakan pemerintah Kota Surakarta dalam upaya pencegahan stunting yaitu melakukan intervensi sejak remaja dengan pemberian tablet tambah darah pada remaja putri, konsultasi pra nikah calon pengantin dengan pihak KUA yang melibatkan petugas kesehatan dan KB untuk melakukan screening penyakit infeksi menular dan kesehatan reproduksi, serta melakukan intervensi ibu hamil (Marwoto, 2021). Meskipun Kota Surakarta memiliki prevalensi stunting yang rendah, Dinas Kesehatan Kota Surakarta dan pihak-pihak terkait mengupayakan agar Kota Surakarta mencapai zero stunting. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka stunting pada anak di Surakarta adalah

  • Banyaknya Ibu hamil yang berada pada usia muda dengan tingkat pendidikan rendah

Terdapat beberapa posyandu yang belum memiliki alat pengukur yang sesuai standarnya ataupun sudah memiliki tetapi terdapat kerusakan/ketidaksempurnaan didalamnya

  • Kurangnya kesadaran masyarakat bahwa stunting sangat berbahaya bagi balita

Terdapat pengajuan ratusan dispensasi pernikahan anak pada tahun lalu. Data rekapitulasi DP3AP2 Kota Surakarta pada 2022 terdapat 101 anak yang mengajukan dispensasi menikah. Diantaranya:

75 orang mengajukan nikah dini karena sudah terlanjur hamil,

6 orang beralasan anak sudah lahir, dan

20 lainnya mengaku sudah siap menikah

Terdapat miskomunikasi antar pihak yang terlibat, kurang tanggapnya, dan masih kurang rasa percaya antar masing-masing pihak. Sinergitas antara seluruh stakeholders dikatakan belum berhasil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline