Lihat ke Halaman Asli

Lebu Raya 'Tidak Cerdas' tapi Mahasiswa Wajib Diselamatkan

Diperbarui: 2 Desember 2015   07:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Hans Obor *)

Publik NTT dan nasional sudah banyak tahu perihal pembekuan operasi beberapa universitas di negri ini (240 kampus) oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, termasuk Universitas PGRI NTT-Kupang.

Khusus untuk Univ. PGRI NTT-Kupang, pembekuan operasi (non aktif) justru disebabkan oleh konflik internal di yayasan, akibat muncul dualisme kepemimpinan sejak akhir 2013, disusul oleh kasus gelar doktor (ijazah) ilegal sang rektor.

Akibatnya, sekitar 13,000 mahasiswa aktif jadi frustrasi karena kegiatan kuliah mereka berantakan. Dua tahun sudah, mahasiswa masih menatap gelap karena belum ada secercah cahaya harapan agar dua kubu yayasan yang bertikai mencapai jalan damai, bentuk rekonsiliasi cerdas.

Kampus seyogyanya melakukan itu (rekonsiliasi cerdas), jika masih ingin diakui sebagai lembaga yang mencerdaskan.

Ada sumber mengatakan bahwa kedua kubu di yayasan yang bertikai lebih mementingkan perebutan aset, ketimbang mempertahankan keberlangsungan kegiatan kuliah dan memulihkan keabsahan ijazah milik kurang lebih 2,700 mahasiswa yang diwisuda oleh rektor dengan ijazah doktor palsu itu.

Nasib 13,000 mahasiswa Univ. PGRI NTT-Kupang dan 2.700 alumni dengan ijazah tidak sah ini jelas menjadi keprihatinan besar publik NTT. Bagaimanapun, NTT lumayan dikenal sebagai daerah minim sumber daya alam namun kaya sumber daya intelektual.

Kasus Univ. PGRI NTT-Kupang tentu menjadi ujian bagi jajaran pengambil keputusan dan pembuat kebijakan, dalam hal ini pemerintah provinsi, apakah memilih menyelamatkan generasi intelektual muda NTT, yang bakal menjadi kader-kader pemimpin dan pendidik di masa depan, atau bersekongkol dengan kubu yayasan Univ. PGRI NTT karena ingin merampas aset gedung yang penuh roh iblis itu?

Banyak kalangan, termasuk mahasiswa Univ. PGRI NTT-Kupang, mungkin kecewa karena Gubernur NTT Frans Lebu Raya justru memperkeruh keadaan. Lebu Raya tampak 'tidak cerdas' karena berani lawan arus dengan sikap pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenristek-Dikti.

Kemenristek-Dikti, melalui surat nomor 166/M/X/2015 tanggal 23 Oktober 2015, menegaskan bahwa badan hukum yang menjadi penyelenggara Universitas PGRI NTT adalah Yayasan Pembina Lembaga Perguruan Tinggi PGRI Nusa Tenggara Timur (YPLP PT PGRI NTT). Yayasan ini yang menyelenggarakan kegiatan kampus sejak berdiri tahun 1996, meski baru diakui berbadan hukum dan terdaftar sebagai yayasan di Kementrian Hukum dan HAM pada 11 Februari 2015 (administrasi hukum umum nomor AHU-AH.01.06.207).

Mengacu pada surat Kemenhumkam di atas, maka pada 30 Maret 2015, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan bahwa penyelenggaraan Universitas PGRI NTT di Kupang yang diselenggarakan SELAIN oleh YPLP PT PGRI NTT adalah TIDAK SAH.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline