Di tengah era sepak bola modern yang penuh dengan komodifikasi individu dan sorotan terhadap pemain bintang, muncul fenomena menarik. Klub-klub yang justru mencapai puncak kejayaan bukan karena individualitas para superstar, melainkan melalui kolektivitas tim yang terorganisir dan strategi yang efektif. Musim 2025 mencatatkan nama-nama seperti Persib Bandung, Inter Milan, dan Paris Saint-Germain sebagai simbol baru paradigma ini.
Persib Bandung, di bawah kendali Bojan Hodak, berhasil mengoleksi poin terbanyak dan memiliki pertahanan terbaik dari 17 kontestan Liga 1 Indonesia. Ironisnya, produktivitas gol Persib relatif rendah, hanya 54 gol dari 31 pertandingan. Namun dalam "kesederhanaan" statistik inilah efektivitas mereka bersinar. Mereka tidak bermain untuk angka, tapi untuk kemenangan.
Fenomena ini menjadi sangat menarik ketika dikaitkan dengan prinsip dasar dalam manajemen bisnis olahraga, bahwa keberhasilan kompetitif tidak selalu bergantung pada besarnya investasi untuk pemain bintang, tetapi pada sinergi strategi, efisiensi sumber daya, dan kecerdasan pelatih dalam mengorkestrasi tim. Persib menjadi studi kasus ideal dalam membuktikan hal tersebut.
Dalam sepak bola, teori kolektivitas menekankan bahwa kemenangan bukanlah produk dari satu atau dua individu, tetapi dari kohesi tim, kejelasan peran, dan komunikasi internal. Hal ini diperlihatkan Persib saat mereka memenangkan pertandingan demi pertandingan bukan karena pemain mereka mencetak hat-trick, melainkan karena semua lini bekerja harmonis.
Sepak bola bukan soal siapa yang paling bersinar, tapi siapa yang paling bekerja sama. Ketika kolektivitas berbicara, bintang tak selalu bersinar.
Kemenangan Inter Milan atas Barcelona dengan skor 4-3 di semifinal Liga Champions Eropa 2025 juga memperkuat argumentasi ini. Tanpa satupun nama besar dalam skuad mereka, Simone Inzaghi menyulap pemain-pemain veteran menjadi senjata mematikan dengan strategi rotasi dan manajemen beban kerja yang sangat presisi. Secara statistik, Inter tidak mendominasi penguasaan bola atau mencetak gol terbanyak. Namun, efektivitas serangan, kemampuan bertahan di momen krusial, dan ketepatan waktu dalam mengeksekusi strategi membuat mereka melaju ke final. Ini adalah kemenangan manajemen taktis, bukan glamour bintang.
Hal serupa terlihat di PSG. Tanpa Lionel Messi, Neymar, Edinson Cavani, dan Kylian Mbappe, banyak yang meragukan kapasitas klub Paris tersebut. Namun, Luis Enrique membuktikan bahwa struktur permainan yang adaptif dan fleksibel dapat menyulap para pemain muda menjadi satu kesatuan tangguh, bahkan setelah sempat terseok di posisi ke-15 dalam fase liga.
Efektivitas strategi di PSG dan Inter menunjukkan bahwa fondasi keberhasilan sepak bola bukan semata-mata pada individu, melainkan pada sistem dan struktur permainan yang hidup. Ini selaras dengan pendekatan kontemporer dalam ilmu manajemen yang mengutamakan agility, kolaborasi, dan value creation over superstar dependency.
Bila ditarik ke dalam kerangka manajemen risiko dalam bisnis olahraga, ketergantungan terhadap pemain bintang justru menciptakan volatilitas. Cedera, ego, atau kepindahan pemain kunci dapat menghancurkan dinamika tim. Sebaliknya, klub seperti Persib, Inter, dan PSG versi 2025 mengurangi ketergantungan itu dengan membangun sistem yang dapat bekerja dengan siapa pun di dalamnya. Di sinilah kita menyaksikan paradigma baru dalam strategi olahraga, yaitu ketahanan taktis dan efisiensi kolektif lebih berharga daripada sekadar kilauan nama besar. Ini memberi inspirasi bagi klub-klub kecil dengan anggaran terbatas bahwa keajaiban tetap bisa diraih lewat kecerdikan strategi dan soliditas tim.
Dalam dunia yang terobsesi pada statistik, baik dari jumlah gol, penguasaan bola, jumlah tekel, atau akurasi passing, muncul kembali pertanyaan penting. Apa makna statistik jika tidak berujung pada kemenangan? Persib menjawabnya dengan gaya permainan yang mungkin tidak atraktif di atas kertas, tapi membawa hasil maksimal di papan klasemen.
Kemenangan bukan milik mereka yang punya nama besar, tapi milik mereka yang punya strategi besar dan semangat kolektif yang tak tergoyahkan.