Dalam sejarah peradaban Islam, pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk manusia paripurna yang beriman, berilmu, dan berakhlak. Salah satu tokoh penting yang memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran pendidikan Islam adalah Ibnu Jama'ah (639--733 H / 1241--1333 M). Ia dikenal sebagai ulama ensiklopedis yang tidak hanya ahli dalam bidang fiqih dan hadis, tetapi juga memiliki perhatian mendalam terhadap etika dan nilai-nilai pendidikan. Karya monumentalnya Tazkirah As-Sami' wa Al-Mutakallim fi Adab Al-'Alim wa Al-Muta'allim menjadi rujukan penting dalam membangun konsep pendidikan berbasis karakter dan moralitas.
Pemikiran Ibnu Jama'ah pada dasarnya menekankan bahwa pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan, tetapi juga proses pembentukan kepribadian. Bagi Ibnu Jama'ah, ilmu tidak akan bermakna jika tidak diiringi dengan adab dan akhlak. Hal ini relevan dengan kondisi pendidikan modern saat ini, di mana kemajuan teknologi dan informasi sering kali tidak diimbangi dengan pembentukan moral peserta didik. Pendidikan yang hanya berorientasi pada capaian akademik tanpa memperhatikan pembentukan karakter justru dapat melahirkan generasi cerdas namun miskin etika.
Salah satu gagasan fundamental Ibnu Jama'ah adalah pentingnya peran guru sebagai sosok teladan (uswah hasanah). Dalam pandangannya, guru adalah pewaris para nabi yang memiliki tanggung jawab moral untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada muridnya. Ia menegaskan bahwa seorang pendidik harus berakhlak mulia, ikhlas, tidak menjadikan profesinya sebagai sarana mencari keuntungan materi, serta memiliki kasih sayang terhadap murid. Prinsip ini sejalan dengan konsep guru ideal dalam pendidikan modern yang menuntut profesionalitas dan integritas moral. Dalam konteks Indonesia, hal ini sejalan dengan nilai-nilai guru penggerak yang mengedepankan keteladanan dan empati dalam proses pembelajaran.
Selain guru, Ibnu Jama'ah juga menaruh perhatian besar terhadap karakter peserta didik. Ia menegaskan bahwa pelajar yang baik adalah mereka yang memiliki niat tulus karena Allah, menghormati guru, rajin, dan menjaga adab dalam menuntut ilmu. Dalam kitabnya, Ibnu Jama'ah bahkan merinci adab murid terhadap guru, seperti tidak memotong pembicaraan, bersikap rendah hati, menjaga kebersihan diri, dan menghormati pendidik baik dalam ucapan maupun tindakan. Konsep ini memiliki relevansi kuat dengan pendidikan karakter di Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Kedua gagasan ini sama-sama menekankan pentingnya nilai-nilai religius, disiplin, rasa hormat, dan tanggung jawab dalam proses pembelajaran.
Dari sisi kurikulum, Ibnu Jama'ah berpendapat bahwa ilmu agama harus menjadi dasar bagi semua disiplin ilmu lainnya. Menurutnya, Al-Qur'an dan hadis harus dipelajari terlebih dahulu sebelum menekuni bidang ilmu lain. Hal ini tidak berarti menolak ilmu sekuler, tetapi menegaskan bahwa setiap ilmu harus berorientasi pada nilai-nilai ketuhanan. Dalam konteks pendidikan kontemporer, prinsip ini dapat dimaknai sebagai perlunya integrasi antara ilmu pengetahuan dan nilai spiritual. Pendidikan modern perlu memastikan bahwa kemajuan sains dan teknologi tidak menjauhkan manusia dari nilai-nilai moral dan kemanusiaan.
Ibnu Jama'ah juga mengajukan konsep metode pembelajaran berbasis hafalan dan keteladanan, yang dipadukan dengan pembiasaan etika ilmiah. Walaupun metode hafalan sering dianggap tradisional, namun dalam konteks pembentukan karakter, metode ini justru menanamkan disiplin dan kepekaan spiritual. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya lingkungan pendidikan yang kondusif yakni suasana belajar yang berlandaskan nilai-nilai etis, saling menghormati, dan menjauhkan diri dari perilaku negatif. Pandangan ini dapat diterapkan dalam sistem pendidikan saat ini dengan menciptakan budaya sekolah yang ramah, inklusif, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial.
Pemikiran Ibnu Jama'ah menunjukkan bahwa pendidikan Islam memiliki visi yang jauh ke depan. Ia tidak hanya menyoroti aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan moral yang menjadi fondasi utama pembentukan manusia seutuhnya. Dengan menempatkan adab di atas ilmu, Ibnu Jama'ah menegaskan bahwa pengetahuan sejati adalah pengetahuan yang menuntun manusia menuju kebaikan dan kedekatan kepada Sang Pencipta.
Dalam menghadapi tantangan era globalisasi, gagasan Ibnu Jama'ah masih sangat relevan. Ketika dunia modern diwarnai oleh krisis moral dan dekadensi nilai, pemikiran beliau dapat menjadi solusi alternatif untuk mengembalikan ruh pendidikan sebagai sarana pembentukan karakter. Pendidikan yang berlandaskan etika dan spiritualitas akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga memiliki empati sosial dan tanggung jawab moral. Dengan demikian, pemikiran pendidikan Ibnu Jama'ah tidak hanya bernilai historis, tetapi juga menawarkan paradigma baru bagi pembangunan pendidikan Islam yang berkarakter dan beradab di era modern.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI