Lihat ke Halaman Asli

mrazifhamdani

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Kasus Tragedi Kanjuruhan dalam Perspektif Filsafat Hukum Positivisme

Diperbarui: 6 Maret 2025   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Tragedi ini tidak hanya mengejutkan masyarakat Indonesia tetapi juga
dunia internasional. Pada kompetisi Liga 1 tersebut, kerusuhan yang terjadi setelah pertandingan antara Arema Malang dan Persebaya FC mengakibatkan tewasnya sedikitnya 134 orang(Wibawana, 2022). Dalam perspektif positivisme hukum, kasus ini dapat dianalisis dari sudut kepastian hukum, peran lembaga penegak hukum, dan pemisahan hukum dari aspek moralitas atau keadilan substantif.

Eksistensi hukum dalam masyarakat memiliki fungsi yang tidak hanya terbatas pada penyelesaian konflik, tetapi juga mencakup pencegahan konflik dan penegakan norma serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Namun, meskipun hukum berfungsi untuk menyelesaikan konflik, dalam beberapa kasus, hukum itu sendiri dapat menjadi sumber konflik. Hal ini terjadi ketika penegakan hukum tidak konsisten dan adil, yang mengakibatkan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum. Selain itu, proses pembentukan hukum yang mengabaikan atau bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat dapat menimbulkan resistensi dan konflik. Efektivitas hukum dalam masyarakat sangat tergantung pada bagaimana hukum diterapkan dan diimplementasikan(Haryanti, 2014).

Dalam Perspektif Hukum Positivisme, tragedi kanjuruhan diliat dari tiga aspek:

1. Kepastian Hukum dan Norma yang Berlaku

  • Positivisme hukum menekankan bahwa hukum adalah aturan yang dibuat oleh otoritas yang sah dan harus ditegakkan tanpa mempertimbangkan aspek moralitas. Dalam konteks ini, penegakan hukum terhadap tragedi Kanjuruhan dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, seperti:

    • KUHP Pasal 359 dan 360 tentang kelalaian yang menyebabkan kematian atau luka berat.
    • UU No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, yang mengatur penyelenggaraan acara olahraga.
    • UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang menjadi dasar bagi polisi dalam menjalankan tugas pengamanan.

Dalam kasus ini, beberapa pihak, seperti panitia pelaksana, aparat kepolisian, dan pengelola stadion, diperiksa secara hukum untuk menentukan pertanggungjawaban atas peristiwa tersebut.

2. Peran Lembaga Peradilan sebagai Penegak Hukum

  • Positivisme hukum berpegang pada pemikiran bahwa hukum harus ditegakkan oleh institusi yang sah tanpa mempertimbangkan opini publik atau nilai moral tertentu.
  • Dalam tragedi Kanjuruhan, aparat hukum bekerja sesuai dengan prosedur yang berlaku, seperti penyelidikan oleh kepolisian, penyidikan oleh kejaksaan, dan persidangan di pengadilan.
  • Hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan norma hukum tertulis yang berlaku, bukan berdasarkan tekanan masyarakat atau tuntutan keadilan yang bersifat subjektif.

3. Pemisahan antara Hukum dan Moralitas

  • Mazhab positivisme hukum, seperti yang dikembangkan oleh Hans Kelsen dan John Austin, menegaskan bahwa hukum harus diterapkan sebagaimana tertulis, tanpa mempertimbangkan moralitas atau keadilan substantif.
  • Dalam konteks tragedi Kanjuruhan, banyak masyarakat merasa bahwa vonis terhadap beberapa terdakwa tidak mencerminkan keadilan karena dinilai terlalu ringan. Namun, dalam perspektif positivisme, hakim hanya berpegang pada aturan hukum yang ada dan bukti-bukti yang tersedia.
  • Kekecewaan masyarakat terhadap hasil peradilan mencerminkan keterbatasan pendekatan positivisme hukum dalam memberikan keadilan substantif bagi korban.

Mengapa Mazhab Hukum Positivisme Masih Eksis dalam Masyarakat?

Mazhab positivisme hukum masih bertahan dalam masyarakat karena beberapa alasan utama:

  1. Memberikan Kepastian Hukum

    • Positivisme hukum memastikan bahwa hukum ditegakkan berdasarkan aturan yang jelas dan tertulis, bukan berdasarkan interpretasi subjektif.
    • Dalam kasus Kanjuruhan, hukum positif memberikan pedoman tentang siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana mereka harus dihukum.
  2. Menjaga Stabilitas Sistem Hukum

    • Tanpa kepastian hukum, sistem peradilan bisa menjadi tidak stabil dan dipengaruhi oleh opini publik yang berubah-ubah.
    • Positivisme hukum membantu memastikan bahwa hukum ditegakkan secara konsisten dan tidak dipengaruhi oleh tekanan sosial atau emosional.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline