Tahun 2025, kelas 8I tampil memukau dalam panggung literasi MTsN 1 Bandar Lampung. Di ruang kelas yang hangat dengan cahaya pagi, suara lembaran buku yang dibalik pelan-pelan menjadi harmoni yang indah. Buku demi buku berpindah tangan, tak sekadar dipinjam dan dibaca, tapi benar-benar diserap maknanya, dirasakan pesannya, dan dibagikan inspirasinya.
Ibu Pusporini, sang wali kelas, selalu tersenyum bangga melihat anak-anak didiknya tumbuh dengan kecintaan terhadap membaca. "Buku adalah sahabat yang tak pernah menghakimi," katanya suatu hari, saat mendampingi mereka memilih buku bacaan. Kalimat itu menjadi moto tak resmi kelas ini.
Salah satu ikon literasi kelas 8I adalah Zifaf. Ia bukan sekadar peminjam aktif, tapi juga pembaca reflektif. Dari Kamus Bahasa Inggris, Eksotopi, hingga buku-buku keagamaan, semua dilahapnya dengan semangat. Komentarnya yang sederhana namun penuh makna --- "keren" --- mencerminkan kegembiraan jujur dari proses memahami, bukan sekadar menyelesaikan.
Dalam ranah sains dan sosial, M. Hanafi mencatat IPA Terpadu dengan komentar serupa: "keren." Ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap materi pelajaran bisa menjadi pengalaman menyenangkan saat dipelajari dari sudut yang menarik. Sementara itu, Angga Rizky Febrian Syah dan teman-temannya terus menunjukkan minat tinggi pada buku-buku IPA dan IPS, menjadikan bacaan bukan sekadar sumber nilai, tapi sumber rasa ingin tahu.
Literasi keagamaan menjadi warna dominan di kelas ini. Buku seperti Al-Qur'an Hadis, Muhammad Teladan Sepanjang Zaman, hingga Estafet Risalah Islam sangat diminati. M. Al Fahri Ramadhan, Rashin Zifaf, Syafiyya Aleesya Farzana, dan Nabila membaca dengan penuh semangat. Mereka menyebut buku-buku ini "bagus," "bermanfaat," dan "menginspirasi" --- sebuah bukti bahwa nilai-nilai agama juga menyentuh hati melalui bacaan.
Tidak kalah menarik, siswa seperti Aura Naila Fauzy S, Fara Dhevista Amartha, dan Adeska Anggraini menggali ilmu dari buku bertema sains dalam Al-Qur'an, keajaiban makhluk hidup, hingga sejarah budaya seperti Keraton Yogyakarta. Mereka menyebutnya "menarik," "edukatif," dan "menyenangkan." Mereka tak hanya belajar, mereka berpetualang dalam cerita.
Buku seperti Pustaka Anak Cerdas pun mendapat tempat istimewa. Adhira Chika Amandari mengungkap bahwa buku itu membuatnya tahu fakta-fakta menarik tentang ASEAN --- sesuatu yang mungkin tak ia dapati hanya dari buku pelajaran.
Di balik geliat ini, ada peran para tokoh madrasah yang tak terlihat, tapi terasa pengaruhnya. Bapak Hartawan, Kepala Madrasah, kerap memberi semangat pada siswa dalam pidatonya, "Jangan hanya membaca karena disuruh. Bacalah karena di sanalah masa depan kalian disimpan."
Di ruang perpustakaan, Ibu Laksmi, pustakawan andalan madrasah, menjadi pelita yang sabar. "Pilih buku yang membuatmu bertanya, bukan hanya mengerti," nasihatnya pada siswa yang kebingungan memilih bacaan. Bau buku dan kayu rak berpadu dengan aroma teh hangat yang ia siapkan sendiri, menciptakan suasana yang mengundang.
Tak kalah penting, ada Pak Rudi dan Pak Eko, yang selalu siap menyusun ulang rak bacaan dengan cekatan. Pak Sapar, dengan logat khas dan candaannya, membuat anak-anak nyaman saat duduk membaca. Pak Parindra dan Pak Arija kerap terlihat mendampingi kegiatan literasi, bahkan membacakan bagian buku dengan nada ekspresif, membuat siswa tersenyum dan larut dalam cerita.
Kelas 8I bukan hanya membaca --- mereka menikmati, merasakan, dan membagikan kembali inspirasi dari setiap halaman yang mereka buka. Dari sains hingga sejarah, dari agama hingga nilai sosial, semua mereka telusuri dengan antusiasme dan rasa ingin tahu yang tulus. Teruslah menyalakan api literasi, 8I! Karena setiap kata yang kalian baca adalah pijar yang menerangi jalan masa depan.
Buku bukan hanya tentang pengetahuan, tapi tentang menjadi pribadi yang bijak, berdaya, dan penuh makna.