Lihat ke Halaman Asli

Moh Rudi

Pedagang buku yang senang menulis dan jalan-jalan

Dan di Kafe Itu, Setumpuk Buku Tampak Kesepian

Diperbarui: 31 Januari 2021   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo dok.pribadi

~Dan di Kafe itu, setumpuk buku tampak kesepian~

Oleh M. Rudi

Beberapa tahun lalu, saya pernah menulis sebuah tulisan yang dimuat disebuah portal toko buku yang juga memuat tulisan-tulisan menarik, baik itu esei, cerpen, puisi dan resensi. Tulisan itu saya beri judul "Buku bekas dan senjakala kertas", tulisan ini sudah dibaca lebih 2500 kali, setidaknya itulah yang terlihat melalui situsnya.

Tulisan itu idenya muncul selepas saya memenuhi undangan sebagai pembicara salah satu komunitas sastra di Cirebon. Acara malam itu digelar disebuah Kafe, pengunjung yang datang lumayan banyak, namun ada satu hal yang menarik perhatian saya. 

Di Kafe itu saya melihat tumpukan buku yang sudah dimakan rayap, yang sepertinya memang sengaja dipajang sedemikian rupa menjadi seperti sebuah seni instalasi. 

Saya melihat ada sesuatu yang disampaikan. Setumpuk benda yang ingin mengabarkan pesan. Tumpukan buku dimakan rayap itu terus menerus mengganggu pikiran saya hingga kembali ke Jakarta, lalu akhirnya muncul lah tulisan "Buku bekas dan senja kala kertas" itu.

Belakangan saya kembali digelisahkan oleh tutupnya sejumlah media cetak, mereka semua beralih menjadi media daring untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Dari lapak buku bekas, saya juga mendapat informasi bahwa di lapak-lapak rongsokan kertas koran mulai langka. Saya jadi teringat paragraf terakhir tulisan saya "Buku bekas dan senjakala kertas".

"Tumpukan buku dimakan rayap yang dipajang di tengah kafe itu mungkin semacam pertanda, sebuah senjakala, ia bisa jadi bukan lagi sekadar bentuk kegelisahan. Internet menyuguhkan nyaris apa saja, berita dan informasi banyak beralih pada layar ponsel kita. 

Pelaku industri buku beberapa mulai berkemas lalu bergegas. Beberapa kawan mulai memindai buku-buku langkanya, ada yang dijual atau dibagi atas nama cinta. Entah berapa puluh tahun lagi, mungkin anak cucu kita hanya akrab dengan buku digital atau buku elektronik, manusia tentu harus selalu siap beradaptasi dengan perubahan. 

Buku cetak mungkin akan tetap ada, ia akan tetap menjadi sesuatu yang seksi, tak masalah apa pun medianya, di atas batu, kulit binatang, daluang, lontar atau apa saja, yang penting orang tetap belajar dan membaca. Dan di kafe itu setumpuk buku tampak kesepian, rayap membantu menyelesaikan nasibnya"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline