DRAF PERJALANAN:
"Di Atas Kapal Menuju Wakatobi"
Kali ini, perjalananku ke Wakatobi terasa berbeda. Bukan dengan kapal pelni besar yang ramai dan berlapis dek, tapi kapal swasta --- lebih kecil, lebih tenang, dan entah kenapa terasa lebih hidup. Jumlah penumpang bisa dihitung dengan jari, sebagian besar nelayan atau pekerja yang sudah akrab satu sama lain. Suasananya hangat, seperti menumpang di rumah terapung.
Angin laut menerpa wajah sejak kapal mulai bergerak meninggalkan dermaga Buton. Suaranya lembut di telinga, diiringi deburan ombak kecil yang menampar lambung kapal. Aku duduk di tepi dek, menatap laut luas yang membentang sampai ke garis horizon. Matahari menggantung tinggi, dan sinarnya memantul di permukaan air seperti kilau serpihan kaca.
Di kapal ini, waktu terasa berjalan lebih lambat. Tak ada musik, tak ada keramaian. Hanya percakapan seadanya antar penumpang --- tentang ikan, harga solar, dan kabar keluarga di pulau seberang. Aku memilih diam, mendengarkan, sambil menikmati aroma laut yang sesekali bercampur dengan bau asin tali tambat dan kayu basah.
Saat sore mulai datang, laut berubah warna. Dari biru terang menjadi keemasan. Burung-burung laut melintas rendah, dan di kejauhan tampak bayangan samar pulau-pulau Wakatobi. Airnya semakin jernih, seperti kaca yang menampakkan karang di dasar. Aku tersenyum kecil --- beginilah cara terbaik menuju Wakatobi, perlahan dan menyatu dengan alam.
"Indahnya Lautku./Koleksi: Misbah Moerad."
Sesampainya di sana, suasana daratannya tak kalah menarik. Di antara deretan rumah dan warung kecil, mataku justru tertarik pada pemandangan tak biasa: motor-motor besar berjejer gagah di pinggir jalan. Dari Harley klasik sampai motor Jepang keluaran lama, semuanya kinclong, tapi... tanpa surat. Seorang warga bilang sambil tertawa, "Itu motor bodong, Pak. Koleksi pejabat dari Makassar. Dipanasin cuma kalau Agustusan."
Aku ikut tertawa. Di satu sisi lucu, di sisi lain unik --- deretan motor yang tak bisa melaju di jalanan, tapi tetap berdiri gagah di halaman rumah. Sementara laut Wakatobi di belakang mereka berkilau tenang, seolah tahu bahwa yang paling hidup di sini bukan hanya keindahan alamnya, tapi juga kisah kecil di baliknya.
Terletak di tenggara Sulawesi, taman nasional yang memukau ini menyajikan pesona bawah laut yang tak tertandingi, menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati laut yang menakjubkan. Nama "Wakatobi" merupakan kependekan dari empat pulau utamanya, yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.