Genosida yang berlangsung di Palestina, khususnya di wilayah Gaza, telah menelan korban jiwa dalam jumlah yang sangat besar. Sejak 7 Oktober 2023, tercatat lebih dari 56.200 jiwa meninggal dunia dan sekitar 133.054 orang mengalami luka-luka, berdasarkan data otoritas kesehatan Gaza hingga awal 2025. Sementara itu, menurut laporan lembaga survei independen (Nature dan MedRxiv) memperkirakan total korban jiwa baik langsung maupun tidak langsung mencapai 84.000 orang antara Oktober 2023 hingga Januari 2025. Tragedi yang terus terjadi ini telah menumpahkan banyak darah, air mata, menyebabkan kelaparan, hingga kematian. Bahkan shalat jenazah nyaris menjadi rutinitas warga Gaza, itu menjadi bukti nyata kebiadaban penjajah Zionis yang dipertontonkan dihadapan dunia.
History
Sejarah mencatat kejayaan Islam di bawah satu kepemimpinan global bernama Khilafah. Salah satu masa keemasannya terjadi pada era kekhilafahan Ustmaniyah, di bawah kepemimpinan Kholifah Abdul Hamid II. Pada masa itu, tokoh utama gerakan Zionis modern, Theodor Herzl, pernah datang untuk menawarkan pembelian tanah Palestina untuk dijadikan lokasi pemukiman Yahudi. Ia menjanjikan akan melunasi seluruh hutang luar negeri kekhilafahan Utsmaniyah dengan nilai mencapai 20 juta Pound emas dan menjanjikan pula akan membiayai pembangunan infrastukturnya.
Namun, tawaran tersebut ditolak mentah - mentah oleh Kholifah Abdul Hamid II. Dengan tegas ia berkata,
"Saya tidak akan menjual sejengkal pun tanah Palestina. Tanah itu bukan milik saya, melainkan milik umat Islam. Umat telah menumpahkan darah mereka demi mempertahankannya. Biarkan orang - orang Yahudi menyimpan emas mereka. Jika Khilafah ini hancur suatu saat nanti, mereka bisa mendapatkan tanpa membayar. Tapi selama saya hidup, saya tidak akan menjualnya".
Sikap ini mencerminkan ketegasan seorang pemimpin Islam dalam menjaga amanah umat dan mempertahankan tanah suci. Palestina menjadi simbol kehormatan dan pengorbanan umat yang tak boleh dijual atas nama apapun.
Penghianatan Para Penguasa Muslim
Lebih dari 50 negara berpenduduk mayoritas muslim di dunia, termasuk Indonesia, tak mampu menghentikan genosida brutal yang berlangsung di Gaza. Di tengah penderitaan yang terjadi, sikap sebagian besar dari mereka justru terkesan diam atau netral. Padahal, dalam menghadapi kejahatan, tidak ada posisi netral karena netral berarti berpihak pada penindas.
Pernyataan mengejutkan datang dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada 28 Mei 2025. Dalam konferensi pers bersama Presiden Perancis, Emmanuel Macron di Istana Merdeka, ia menyatakan bahwa Indonesia siap mengakui kedaulatan Israel dan membuka hubungan diplomatik, asalkan Israel lebih dulu mengakui kemerdekaan Palestina. Pernyataan ini menuai kritik keras dari masyarakat dan netizen karena dianggap sangat tidak relevan dengan karakter Zionis yang dikenal tidak pernah menepati janji.
Faktanya, lebih dari 50 perjanjian telah dilanggar secara terang - terangan oleh entitas Zionis, menunjukkan bahwa mereka bukan mitra perundingan yang bisa dipercaya. Usulan ini bahkan dianggap merendahkan kesadaran umat, seolah membuka ruang diplomasi kepada penjajah yang terus membantai rakyat Palestina.