Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Hujan yang Deja vu

Diperbarui: 6 Februari 2020   07:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://images.pexels.com

Ada pesan untukmu
kali ini dari hujan yang deja vu
melihatmu masih menumpuk rindu
di gudang-gudang bekas menyimpan air nira
yang panjang dan luasnya tak kira-kira
mungkin seluas hatimu yang mudah menerima
cinta yang sederhana

Nampaknya kau seorang perempuan
yang sangat pandai mengawetkan masa silam
dalam rupa-rupa kenangan
kau pajang di rak buku dengan sarang laba-laba
di antara sekat-sekatnya
namun bukunya yang bersampul jejak kaki
sama sekali tak tersentuh debu dan daki
tak pula koyak
dirobek-robek waktu, dengan luka meruyak

Buku itu adalah kumpulan puisi
ketika aku masih menganggap pagi
sebagai lonceng bermulanya kesepian
dan mengira malam
adalah alarm pertanda kedatangan
sunyi yang paling balam

Halaman demi halaman
adalah kisah pemberontakan,
seorang lelaki
yang menduga dirinya adalah alas kaki
dari peradaban yang terus mendaki,
seorang lelaki
yang mengira hatinya adalah tumpukan besi
dari tiang-tiang jembatan
yang menghubungkan
antara banyak kegilaan
dengan sedikit kewarasan
sebagai jalan hidup paling menawan

Buku itu rupanya juga deja vu
atas nama rindu
yang dipurbakalakan batu
namun digenetikakan waktu

Bogor, 6 Februari 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline