Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

Diperbarui: 9 Desember 2018   06:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri


Bab V

Air itu mengalir dari hulu
Melewati ribuan batu batu
Membawa serta kisah suka dan pilu
Berlabuh di muara antara madu dan sembilu.
Api itu menyala dari timbulnya bara
Membakar kasih, dendam dan cinta
Ke dalam kehangatan tanpa jelaga
Atau menjadi abu tanpa remah yang tersisa


Bab VI

Lereng Gunung Arjuna. Sepuluh tahun kemudian. Dyah Puspita tiap tahun pada purnama ke-1 setelah kejadian itu selalu kembali ke sini.  Setiap tahunnya pula dia tak pernah berjumpa dengan Ki Gerah Gendeng maupun Arya Dahana.  Dia menunggu sampai berhari hari di gua pertapaan itu. Dengan penuh harap yang setiap tahun semakin menipis.  Dia tahu bahwa yang menulis surat itu adalah seorang tokoh yang aneh.  Mungkin dia salah mengerti tentang isi surat itu. 

Dia menghela nafas panjang.  Dia rindu ingin tahu kabar anak itu.  Dia sudah berusia dua puluh delapan tahun sekarang.  Pasti usia anak itu sudah belasan tahun sekarang jika masih hidup.  Jika masih hidup?! Dyah Puspita berpikir dengan getir.  Tidak! Dia yakin anak itu masih hidup!  Ki Gerah Gendeng adalah tokoh nomor satu di bidang pengobatan.  Dibukanya kertas surat lusuh dari Arya Prabu.  Lima tahun lagi dia harus membawa Arya Dahana ke puncak Gunung Merapi sesuai amanat yang tertulis di surat itu. 

Dia sudah menggembleng diri habis habisan semenjak sepuluh tahun yang lalu.  Ilmunya meningkat pesat.  Semua ilmu telah diwarisi dari ayahnya, Ki Tunggal Jiwo.  Dirinya sudah bisa disejajarkan dengan kemampuan tokoh tokoh nomor satu sekarang.  Bahkan kini dialah orang nomor dua di Sayap Sima setelah ayahnya. 

Dia bukan lagi seorang gadis cantik yang lugu.  Tapi telah beranjak menjadi wanita dewasa yang matang.  Kecantikannya sama sekali tidak berkurang. Bahkan lebih berlipat sekarang karena ditunjang oleh aura percaya diri yang tinggi berkat latihannya yang berat dan keras.  Sudah banyak sekali pemuda yang meminang untuk menjadi suaminya.  Terakhir bahkan keponakan Sang Mahapatih Gajahmada sendiri yang melamarnya.  Namun Dyah Puspita sama sekali tak tergerak hatinya.  Hatinya seperti membatu.  Pesan terakhir Arya Prabu benar benar telah mempengaruhi hatinya sedemikian rupa. 

Lamunannya terusik oleh suara gemerisik semak dan dedaunan.  Dengan waspada diikutinya gerakan mencurigakan itu dengan ujung matanya.  Itu pasti langkah berat seekor binatang.  Benar saja, tak lama muncullah si harimau putih!  Harimau itu juga berubah sekarang!  Besarnya tak lagi dua kali lipat harimau biasa, tapi tiga kali lipat sekarang.  Benar benar mengerikan bagi siapapun yang melihatnya. 

Mata harimau itu bertemu dengan mata Dyah Puspita.  Hidungnya terlihat kembang kempis mengendus endus udara.  Matanya yang tadi menatap curiga kini melunak.  Bahkan geramannya sangatlah lirih.  Harimau itu mengibaskan ekornya kemudian berbalik ke belakang dan melompat pergi. Dyah Puspita tercekat.  Kalau ada harimau peliharaannya ini pasti tuannya tak jauh dari situ sekarang.  Dia melesat mengejar harimau itu dengan cepat.

Harimau itu ternyata berlari dengan sangat cepat.  Tubuhnya yang raksasa tak mempengaruhi sedikitpun gerakannya.  Dia berlari menuju ke suatu arah yang tetap.  Dyah Puspita mempercepat larinya.  Tubuhnya melayang ringan seperti tidak menjejak tanah.  Kejar kejaran itu berlangsung cukup lama.  

Bahkan telah menjauhi Gunung Arjuna di belakang dan mulai mendaki Gunung Semeru di hadapan.  Hingga akhirnya sampailah mereka di sebuah padang rumput yang cukup luas.  Sebuah danau yang indah terlihat dari kejauhan.  Ranu Kumbolo! Pikir Dyah Puspita.  Danau mistis yang menjadi tempat bagi banyak orang mencari ilmu kesaktian dan senjata senjata hebat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline