Lihat ke Halaman Asli

Michael D. Kabatana

Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Hegemonisme dan Imperialisme Bahasa adalah Teman Bermain yang Berbahaya bagi Bahasa Indonesia

Diperbarui: 28 Mei 2019   16:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku pelajaran Bahasa Indonesia (ilustrasi: www.republika.co.id)

Bahasa Melayu sebagai cikal bakal lahirnya bahasa Indonesia digunakan di banyak daerah di Indonesia ketika Pemerintahan Kolonial Belanda. 

Kolonial Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah.

Dalam perkembangannya bahasa Melayu tidak digunakan lagi hanya pada sebatas urusan administrasi tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Hal ini didukung oleh gencarnya kolonial Belanda mempromosikan bahasa Melayu.

Misalnya, tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. 

Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbayah dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

Penempatan nama "Indonesia" pada bahasa ini secara resmi diawali sejak dicanangkannya sumpah pemuda (28 Oktober 1928), untuk menghindari imperialisme bahasa apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Hal itu termaktub dalam bagian ketiga dari tiga keputusan hasil Sumpah Pemuda "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia".

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara ditegaskan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut disebutkan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia (BabXV, Pasal36).

Resminya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara adalah tanda kemapanan NKRI berdiri sebagai suatu bangsa negara yang mempunyai corak dan identitas sendiri. Namun, hal ini bukan berarti bahasa Indonesia telah luput dari berbagai tantangan.

Bahasa Indonesia dan Hegemoni

Dalam praktik politik, hegemonisme bahasa cukup sering diterapkan oleh para aktor politik untuk menarik simpati masyarakat. Penggunaan bahasa-bahasa yang menjadi bahasa kelompok tertentu atau simbol agama tertentu sengaja digunakan. Bahasa sebagai ruang di mana simbol-simbol diproduksi dan dipergunakan, dipakai untuk memperebutkan penerimaan dan dukungan publik.

Contoh tujuan politik yang berusaha menunggangi agama melalui simbol bahasa. Kasus sederhana yaitu penggunaan bahasa Latin, Arab atau bahasa-bahasa lain yang penggunaannya kerap diidentikkan oleh masyarakat umum dengan agama tertentu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline