Lihat ke Halaman Asli

Ketika Ruang Menciptakan Makna

Diperbarui: 15 Maret 2018   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku sadar, semua t'lah berlalu dan meninggalkan jejak rindu. Cinta ialah sebuah kata dengan segudang misteri, yang sulit untuk dipahami dengan akal yang sehat. Namun, apakah Cinta ditakdirkan untuk saling menyakiti? Meninggalkan segenggam kisah indah dibalik batu kepahitan yang dalam.

Memperjuangkan Cinta, sadar bahwa Cinta ialah anugerah yang suci dan tidak layak dilecehkan dengan permainan semata. 

Bukankah Dia yang esa telah menciptakan rasa? 

Namun, mengapa Cinta sering berakhir dengan ratap tangis?

Inikah kehendak-Nya? agar aku terjatuh dan menatap kebisuan dalam kegelapan abadi.

Hidup ini sekedar perjalanan sehari seorang musafir di tanah orang, maka perjuangkanlah mereka yang menciptakan surga dalam hatimu. Sungguh, adakala hati tak sejalan dengan logika; Hidup diantara antara akal dan hati, dan inilah yang kita kenal dengan istilah "Galau".

"Galau" ialah suatu masa mengenal diri.

Memilih untuk beranjak meninggalkan logika atau meninggalkan hati? Faktanya, Banyak diantara kita yang memilih untuk bertahan dalam ruang ini, membiarkan hati dicambuk oleh logika, dan menciptakan tangisan yang tak mengenal tawa. 

Inikah takdir-Nya? atau Inikah takdir yang kuciptakan bagi diriku? 

Aku sadar, Cinta akan menjadi berarti ketika kisah ini berakhir dalam sebuah perpisahan. Indah maupun pahit terpadukan dalam memori yang hanyalah sebatas sejarah. 

Aku rindu untuk kembali ke masa dimana senyum itu mampu meringankan beban hidup yang sungguh melelahkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline