"Ini bukan sekadar angka, tapi cerminan kepercayaan."
Dan kepercayaan, dalam dunia pasar modal, adalah mata uang paling berharga.
Rabu, 17 September 2025, menjadi hari bersejarah bagi pasar modal Indonesia. Untuk pertama kalinya sejak IHSG diluncurkan pada 1983, indeks harga saham gabungan menembus angka psikologis 8.000 poin.
Bukan karena euforia sesaat, tapi karena sinyal kepercayaan yang mulai menguat, baik dari dalam negeri maupun dari mata dunia luar.
IHSG ditutup di level 8.025,18, naik 0,85% dari hari sebelumnya. Volume transaksi mencapai 39,42 miliar lembar saham dengan nilai Rp18,10 triliun. Sebanyak 380 saham menguat, 335 melemah, dan 241 stagnan.
Apa yang Mendorong Lonjakan Ini?
Kenaikan IHSG bukanlah kebetulan. Ia lahir dari pertemuan berbagai faktor:
- Pemangkasan BI Rate ke 4,75% oleh Bank Indonesia, memberi ruang likuiditas dan mendorong risk appetite investor.
- Ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed, yang mendorong arus modal ke emerging markets seperti Indonesia.
- Reshuffle Kabinet oleh Presiden Prabowo Subianto, yang meski bersifat netral secara politik, memberi sinyal stabilitas dan arah baru.
- Kinerja emiten sektor teknologi, konsumer, dan perbankan yang menunjukkan pemulihan pasca tekanan global.
IHSG bukan hanya cermin dari nilai saham, tapi juga barometer dari harapan kolektif: bahwa ekonomi Indonesia bisa tumbuh, bahwa investor percaya, dan bahwa kebijakan fiskal mulai menyentuh denyut riil.
Di Balik Angka: Apa yang Perlu Diwaspadai?
Namun, di balik grafik yang menanjak, ada pertanyaan mendalam:
- Apakah kenaikan ini didukung oleh fundamental ekonomi yang kuat?
- Apakah pelaku usaha kecil dan menengah ikut merasakan dampaknya
- Apakah ini awal dari pertumbuhan inklusif, atau hanya perputaran likuiditas di papan atas?
Investor asing tercatat masih melakukan net sell, termasuk pada saham-saham unggulan seperti BBCA dan BMRI. Ini menunjukkan bahwa kepercayaan lokal belum sepenuhnya menular ke luar negeri.