08-Tidak Ada Pilihan
Ho Chi Minh adalah seorang laki-laki yang masih bujangan, seorang guru agama, umur sekitar 26 tahun. Tubuh tipis dengan tinggi 165 cm, kulit putih dan rambut hitam lurus.
Wajah oriental dengan tahi lalat di atas bibirnya. Kata kawannya sih, tahi lalat itu pertanda bahwa dia pintar. Mungkin juga ada benarnya, karena selama sekolah dulu dia tidak pernah bergeser dari tiga besar, lebih banyaknya di juara satu.
Ho Chi Minh terpana ketika memasuki ruangan administrasi kantor Yayasan. Di sebuah kursi di sudut ruangan sedang duduk seorang dewi malam, eh bukan, tetapi lebih tepat seorang Dewi pagi. Karena dewinya begitu cantik dan masih sangat muda.
Busyet, kok ada wanita secantik ini di sini, ya? Apakah tamu seperti saya atau pekerja di sini? Lalu pekerja yang lama ke mana? Kata Ho Chi Minh dalam hatinya.
"Selamat pagi Nyonya, eh Nona," kata Ho Chi Minh sengaja menggoda. "Maaf. Apakah situ tamu seperti gue atau pegawai di sini?"
"Di sini tidak ada nyonya besar dan nama gue bukan Situ," sahut gadis itu ketus.
Waduh, pikir Ho Chi Minh . Galaknya juga nih cewek.
"Aduh, maaf. Gue tidak tahu kalau situ galak amat."
"Nama gue bukan Situ," kata gadis itu kembali mengingatkan. Dia tidak suka dengan laki-laki yang mentang-mentang ganteng tetapi usil dengan wanita yang baru saja ditemuinya seperti ini.