Lihat ke Halaman Asli

megaprasetya

mahasiswa

Mengoptimalkan Penguatan Literasi Digital Melalui Strategi Fact Checking dan Digital Hygiene

Diperbarui: 3 Februari 2025   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

MENGOPTIMALKAN PENGUATAN LITERASI DIGITAL MELALUI STRATEGI FACT CHECKING DAN DIGITAL HYGIENE SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN MASYARAKAT CERDAS TERHADAP HOAKS

Perkembangan teknologi digital saat ini telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan, ditandai dengan terwujudnya hampir seluruh aktivitas kehidupan dengan menggunakan teknologi, mulai dari bisnis, ekonomi, hiburan, transportasi, media, kesehatan, politik bahkan pendidikan dengan proses pembelajaran online.

Masyarakat dapat menggunakan laptop, handphone atau apapun yang dapat terhubung dengan internet untuk melakukan berbagai aktivitas yang diinginkannya, orang dewasa bahkan anak-anak pun mampu dan bahkan mahir dalam menggunakan teknologi tersebut. Keadaan ini di satu sisi tentu membawa masyarakat menuju kehidupan yang lebih modern, namun di sisi lain juga membawa dampak sosial. Tanpa disadari, pemanfaatan teknologi digital tidak hanya memberikan tantangan bagi penggunanya, namun juga membuka peluang penyelesaian berbagai permasalahan.

Ketidakmampuan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak digital menyebabkan penggunaan media digital tidak optimal. Ketidaktahuan terhadap budaya digital dapat berujung pada pelanggaran hak digital warga negara berupa penipuan, ujaran kebencian, bahkan fitnah. Etika digital yang buruk dapat menciptakan ruang digital yang tidak menyenangkan karena dipenuhi konten-konten negatif. Keamanan digital yang lemah berisiko terhadap kebocoran data pribadi dan penipuan digital. Oleh karena itu, pemahaman atau keterampilan dalam literasi digital sangat diperlukan untuk memberikan rasa aman bagi semua pihak.

Literasi digital diperlukan bagi semua kalangan, termasuk pelajar, agar pemanfaatannya tidak menimbulkan masalah yang tidak hanya merugikan diri sendiri atau orang lain. Pemahaman dan kemampuan dalam menggunakan aplikasi digital di berbagai media sosial seperti YouTube, Facebook, WhatsApp, Instagram, Twitter, TikTok dan lainnya sangat penting sebagai bentuk akuntabilitas tanggung jawab pribadi.

Berdasarkan data, pengguna Internet di Indonesia sebanyak 212,35 juta jiwa per Maret 2021, yang menunjukkan bahwa india menduduki peringkat ketiga sebagai negara dengan jumlah pengguna Internet terbesar di Asia setelah China dan India. Selanjutnya, data Survei Indeks Literasi Digital Nasional tahun 2020 di 34 provinsi menunjukkan bahwa tingkat literasi digital masyarakat Indonesia masih berada pada level rata-rata (Kementerian Informasi dan Komunikasi, 2020). Survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 juga mengungkapkan bahwa di antara tiga sub-indeks Indeks Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (IP-TIK) adalah aksesibilitas dan infrastruktur, intensitas penggunaan dan keterampilan/kemampuan, keterampilan/keterampilan. indeks mempunyai nilai terendah (BPS, 2019). Artinya, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan Indonesia untuk meningkatkan keterampilan digital masyarakat secara adil. Beberapa rekomendasi, inisiatif dan inovasi juga harus dikedepankan untuk memperbaiki situasi ini. Masyarakat saja, termasuk pendidik dan peserta didik, tidak hanya bisa menggunakan berbagai perangkat IT dalam kehidupan sehari-hari, namun juga harus bisa mengoptimalkan penggunaannya untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi diri sendiri dan orang lain. Sebut saja fenomena penipuan yang marak terjadi di aplikasi chatting jejaring sosial dan semakin mengkhawatirkan seiring berjalannya waktu. 

Keadaan ini semakin diperburuk dengan rendahnya keterampilan berbagi data, informasi dan berinteraksi melalui berbagai perangkat komunikasi digital (Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2020). Terkait hoax, Kominfo mempublikasikan statistik deteksi hoax periode Agustus 2018 - 31 Maret 2020 sebanyak 5.156. 

 Angka-angka tersebut di satu sisi menunjukkan kesedihan Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, namun di sisi lain hoax terus menyebar. Kita tentu tidak berharap perangkat yang kita miliki justru menjadi alat untuk melakukan kejahatan atau membahayakan kita. Oleh karena itu, keterampilan digital yang merupakan bagian dari budaya digital harus terus dipraktikkan. Lemahnya literasi digital kelompok tertentu mudah terprovokasi.

Di era digital dan jejaring sosial, kelompok rentan ini sangat mungkin mengubah ketidakpuasannya menjadi tindakan yang menimbulkan kekacauan sosial. Faktanya, informasi yang mereka terima dari jejaring sosial tidak benar atau tidak sepenuhnya akurat. Kefanatikan dan intoleransi dapat dengan mudah meningkat karena masyarakat termakan oleh berita palsu dan ujaran kebencian.

Tokoh dan organisasi keagamaan yang sejatinya memiliki banyak pengaruh dan pengikut, diyakini mampu meredam keresahan di masyarakat, ketimbang menebar kebencian atas nama agama. Dalam hal ini, generasi muda mempunyai peran yang sangat strategis sebagai pembela pertama terhadap penipuan. Untuk mencegah kelompok tertentu terhasut hoaks dan ujaran kebencian, diperlukan berbagai upaya khusus, salah satunya dengan memberikan nomor cek fakta dan keterampilan teknis kebersihan kepada banyak masyarakat.

PEMBAHASAN

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline