Lihat ke Halaman Asli

Buku Mata Air Kehidupanku

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1414419217316211604

Aku selalu setuju dengan semua kehebatan yang didapatkan seseorang dengan membaca. Karena bagiku buku benar-benar telah menjadi bagian terbesar dalam menentukan sejarah perjalanan kehidupan kami. Mulai saat aku kecil hingga kemudian menjadi mahasiswa yang tak selesai karena lebih memilih menjalani peran sebagai seorang ibu rumah tangga.

Bukan hendak menyombongkan diri, tapi demi kepentingan mengagungkan kehebatan benda yang bernama buku. Aku telah jatuh cinta dengan buku saat pertama aku bisa mengenal huruf. Sebelum bapak-ibu guru mengenalkanku, orangtuaku telah lebih dulu melakukannya. Kecintaanku mewujud dalam aksi-aksi baca yang tak kenal waktu dan tempat. Sayang kala itu koran dan buku-buku cerita anak masih sangat terbatas di kampungku. Sehingga sebagai pelampiasan, aku rela melahap buku-buku pelajaran SD sampai pada tingkatan di atasnya.

Dan tindakan yang lebih ekstremnya, buku-buku fiqh dan agama menjadi sasaran mataku kala bertandang ke rumah sanak keluarga. The Road to Mecca dengan tulisan huruf yang sangat kecil dengan ketebalan yang melampaui kelipatan-kelipatan umurku sempat menyita waktu dan perhatianku saat itu, meski pada akhirnya tak selesai kubaca.

Hidup dituntun oleh buku

Di luar Al-Quran tentu saja sebagai pedoman kami yang Muslim, maka semuanya dipandu oleh buku. Mulai aku memilih pasangan hidup, menjalani kehidupan berkeluarga, mengasuh anak, menjalankan roda bisnis, hingga kegiatan konseling, semua mengacu pada buku. Tak berlebihan jika aku memegang kuat motto: buku adalah guru, sahabat, dan mentor. Bahkan bisnis yang kami pilih saat ini akhirnya adalah bisnis perdagangan buku yang usianya  hampir mendekati seperempat abad.

Kami mampu bertahan dari gempuran badai kehidupan dalam pernikahan, karena kami terus mau  membaca. Membaca buku, membaca semesta, termasuk membaca manusia. Kesulitan dan rintangan hidup yang kami hadapi selama tahun-tahun pertama berumah tangga bukanlah hal yang mudah dan terjadi dalam waktu yang singkat. Ia bahkan telah menyusup masuk hingga ke relung-relung terjauh yang sulit kami jangkau dengan nalar sehat andai tak bertemu buku.

Sampai hari ini kami masih menanggung banyak masalah. Kadarnya pun tak tanggung-tanggung. Ia bisa melambungkan emosi manusia biasa hingga mencapai batas kesabaran tertinggi. Dan kami merasakannya dalam kurun waktu yang lama. Mungkin jenis-jenis masalah semacam inilah yang sanggup memporak porandakan kehidupan setiap insan jika tak cukup kuat memikulnya.

Kami dapat melaluinya dan perlahan-lahan bangkit kembali dan saling menguatkan satu sama lain karena kami masih setia menjadikan buku sebagai teman seperjalanan sekaligus mentor. Sifat Tuhan yang Maha Kasih dan Penyayang kami temukan selain dari Al-Qur’an, ia juga kami temukan dalam penjabaran hikmah yang indah  yang tertulis dalam buku.

Saking sayangku pada buku, aku bisa rela tak membeli baju dan sepatu demi mendapatkan buku yang jadi incaran sejak lama. Aku yang asli phlegmatis ini bahkan bisa bersikap tegas untuk urusan pinjam-meminjam buku. Ada aturan yang berlaku dalam rumah kami, bahwa buku hanya boleh dipinjam baca di tempat, dan tidak boleh dibawa pulang. Sepenting apa pun isi buku tersebut baginya. Karena kami tak mau kehilangan buku gara-gara orang yang meminjam lupa (sengaja) tidak mengembalikannya.

Berkat buku, kami bisa bertahan dalam bisnis perbukuan, berkat buku, aku bisa mengenal beragam watak dan type manusia, berkat buku kami bisa mendidik anak menjadi lebih baik dari generasi kami dulu, dan berkat buku aku sekarang bisa menulis buku. Karena aku selalu percaya pada kekuatan yang dikirim oleh Tuhan lewat untaian pesan-pesan indah yang tertulis dalam sebuah buku.

14144192621791883458




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline