Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Anis

Ilmu adalah Harta Teragung {Sayidina Ali bin Abi Thalib}

Kebebasan

Diperbarui: 12 Mei 2020   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Beberapa hari yang lalu saya membaca pernyataan menarik dari Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran, Sayid Ali Khamenei, yang mengatakan bahwa Islam telah memperkenalkan persoalan kebebasan seribu tahun sebelum negara-negara Barat menawarkan isu kebebasan. Karena itu, kata beliau, keliru ketika sebagian orang mengatakan bahwa konsep dan pemahaman tentang kebebasan datang dan diajarkan dari Barat ke dunia Islam.

Barangkali sebagian orang akan beranggapan bahwa pernyataan beliau tersebut berlebihan. Atau, boleh jadi ada juga yang mencibir --- dengan meminjam istilah seorang sosiolog kenamaan tanah air --- bahwa beliau mungkin mengalami overdosis agama. Atau, bahkan boleh jadi ada pula yang berkata sinis --- dengan meminjam istilah Jean Couteau --- bahwa beliau mungkin sedang mengidap penyakit kecanduan agama (delirium religiosum).

Cara pandang semacam ini memang tidak terlepas dari sejarah pemikiran Barat modern. Tidak sedikit para tokohnya yang beranggapan bahwa Tuhan justru telah merampas kebebasan manusia. Karena itu, keyakinan atas keberadaan Tuhan mesti ditinggalkan. 

Bagi Nietzsche misalnya, Tuhan telah membelenggu daya primordial manusia yaitu kehendak untuk berkuasa. Sedangkan Sartre dan Camus memandang Tuhan sebagai penghalang manusia dalam mengeksiskan diri. Paradigma materialistik inilah yang kerap mempengaruhi pola pikir Barat modern. Alhasil, agama dianggap musuh kebebasan eksistensial manusia.

Tapi, benarkah demikian? Sayid Ali Khamenei dalam pernyataannya tersebut kemudian mengutipkan kalimat bijak dari kitab Nahjul Balaghah, di mana Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, "Janganlah engkau menjadi budak orang lain, sedangkan Allah telah menciptakanmu merdeka (bebas)." 

Ini menegaskan bahwa Islam memang telah lama sekali berbicara seputar kebebasan manusia. Bahkan agama itu sendiri hakikatnya identik dengan kebebasan. Allah berfirman, "Tidak ada paksaan dalam agama. Sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat." (Q.S. Al-Baqarah: 256)

Terlihat di sini ada dua orientasi kebebasan yang berbeda, yaitu kebebasan yang berorientasi pada manusia dan kebebasan yang berorientasi pada Tuhan. 

Otomatis ini memberikan hasil yang berbeda pula. Kebebasan tipe pertama tentunya rentan terhadap kepentingan individual. Terdapat sekat identitas antara saya dan kamu. Karenanya, kebebasan kerap diukur dari kepentingan diri: saya akan mengakui kebebasanmu, kalau kamu sesuai dengan kepentingan saya.

Sedangkan kebebasan tipe kedua memandang manusia sebagai satu kesatuan makhluk Tuhan. Karena itu, tidak ada sekat dan kepentingan individual di sini. 

Imam Ali bin Abi Thalib as mendeskripsikan hal ini dengan kalimat indah, "Dia yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan." 

Dengan menjadikan Tuhan sebagai tujuan, maka manusia akan mampu membebaskan diri dari belenggu ego individualistik dan hawa nafsu. Sehingga, pada titik ini manusia justru telah meraih kebebasan eksistensialnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline