Lihat ke Halaman Asli

Transmisi Keilmuan

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kitab Melayu lama yang beraksara Arab modelnya sama dengan kitab-kitab lama yang berbahasa Arab dan sampai sekarang masih menjadi materi pelajaran di pondok pesantren NU.

Sebelum membicarakan kitab Arab Melayu lama karangan Syaikh Arsyad alBanjari, Sabilul Muhtadin dan tulisan yang di tepinya adalah kitab Shiratal Mustaqim, karangan Syaikh Nuruddin arRaniri, saya akan terlebih dahulu menceritakan sedikit tentang model kitab dan sistem transmisi keilmuan di pondok pesantren NU.

Teman-teman yang mempertanyakan istilah islam nusantara, mungkin dengan tulisan singkat ini bisa membuka sedikit sudut pandang dan cakrawala yang melunakkan. Dan teman-teman yang setuju boleh memberikan pemahaman lain yang lebih luas.

Keabsahan sanad keilmuan dan otoritas guru dan kitab adalah sesuatu yang prinsip dalam agama. Sistem sanad inilah yang berfungsi untuk menjaga otentisitas agama islam. Siapapun tidak dibenarkan bicara agama secara suka-suka. Berbicara islam harus memiliki otoritas ilmu yang dibuktikan dengan sanad dan kitab.

Islam nusantara yang di wacanakan oleh NU bukanlah barang baru. Karena praktek amaliyah dan sistem transmisi keilmuan di nusantara sudah terbentuk sejak lama. Yaitu, sejak diterima islam sebagai agama oleh penduduknya.

Karakter islam nusantara juga sangat berbeda dengan islam Arab. Islam nusantara berkarakter terbuka, toleran dan menghargai perbedaan. Bentuk nyata islam nusantara adalah menjaga tradisi masyarakat nusantara yang beraneka warna dan mempertahankan keutuhan wilayah NKRI.

Jika ada yang menuduh islam nusantara tidak otentik, tulisan yang berikut ini akan membuktikan keaslian islam nusantara, yang memilki mata rantai keilmuan yang bersambung secara sah sampai ke rasulullah.

Sistem transmisi atau sanad keilmuan yang dilestarikan dan dikembangkan oleh NU, dapat dilihat dari format kitab-kitab lama yang diajarkan di pondok pesantren NU. Setiap halaman kitab itu memiliki batas-batas (lihat gambar halaman kitab): umumnya dibagi menjadi bagian tengah dan tepi, meskipun ada yang membagi lagi dengan batas atas dan batas bawah.

Bagian tepi setiap halaman kitab, dikenal dengan istilah kitab matan, sedangkan yang di tengah adalah syarah dari kitab matan yang ditulis di tepi. Begitulah umumnya, meski ada juga format batas dengan garis yang lebih rumit: garis atas atau bawah pada tengah dan tepi pada setiap halaman kitab.

Ada beberapa kitab syarah dari kitab matan yang disyarah kembali. Itulah kitab syarah dari syarah yang disebut khasyiah.

Contoh kitab khasyiah albajuri. Ia adalah syarah dari kitab fathul qarib. Sedangkan fathul qarib adalah syarah dari kitab matan taqrib.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline